Saya ingin mejabarkan idea Socrates dalam sebuah cerpen. Mudah-mudahan ini berguna untuk orang yang kurang menyukai bacaan filsafat karena telah terimage adalah bacaan yang berat.
Filsafat, Mata kuliah ini memang selalu membingungkan aku, 3 kali bertemu dengan mata kuliah ini kepalaku pusing tujuh keliling (tahu gak kenapa orang selalu bilang pusing tujuh keliling? gak 3 keliling atau 9 keliling….Jawabannya karena obat tuk pusing namanya puyer bintang tujuh - berguna untuk mengobati pusing, masuk angin, dll – kalau obatnya puyer bintang 10 mungkin kita sekarang bilangnya pusing 10 keliling : sekilas info red ).
Kita lanjutkan ya.., dalam kepalaku penuh dengan pertanyaan – pertanyaan yang bagaikan magma sebuah gunung yang siap meletus. Andaikan tidak ada penanganann yang tepat akan pertanyaan-pertanyaan di kepalaku ini semua penghuni kepalaku akan tewas secara konyol.
Dari buku komik “Wiro Sableng” ada pesan moral yang tersirat “KETIKA KAMU BINGUNG DAN MERASA KURANG ILMU MAKA NAIK GUNUNGLAH UNTUK BELAJAR KEMBALI DENGAN SINTO GENDENG” (he..he…he… ketahuan yang suka wiro sableng nehhhh).
Terinspirasi dari buku itu, aku memutuskan naik gunung ke kaliurang untuk merenungkan semua yang ada, (padahal maksudnya mau sekalian jalan2 neh..), mencari tempat yang asyik untuk bertapa (padahal penginapan..) dan merenung beberapa hari dengan mbah marijah ( karena mbah Marijan lagi suting di Jakarta kemarin, jadi tidak ada di Kaliurang. Akhirnya aku mencari mbah Marijah tuk menemaniku di kaliurang).
Setelah 3 hari dalam pertapaan, ternyata tidak membuat pertanyaan ini menghilang. Sejuknya hawa kaliurang ternyata tidak dapat menyejukkan kepalaku (mungkin hawa merapilah yang merasuk, hingga kepalaku menjadi tambah pusing..sing…sing…).
Mbah Marijah yang kuharapkan bisa membantu, ternyata membuat aku lebih pusing karena aku harus membayar penginapan dan makanannya (Aku putuskan tuk menyuruh mbah Marijah pulang… hikss….hiksss…)
Huff… mungkin udah saatnya aku tidak mempercayai komik “Wiro Sableng”, buktinya semua jurus yang ada di sana telah aku taati. Benar kata pak Marsigit (Dosen Filsafatku – Red ) “jangan termakan mitos-mitos yang ada” (Weih..ternyata ada efek juga aku belajar filsafat yang membuat pikiranku semakin kritis).
Akhirnya dengan pertanyaan-pertanyaan ini terus bergemuruh di kepala, aku putuskan besok pagi untuk ke rumah pak Marsigit. Aku akan bertanya semua tentang filsafat, filsuf-filsuf dan semua pertanyaan – pertanyaan yang buatku pusing tujuh keliling. Kalau perlu aku akan pindahkan pertapaan ini ke rumah pak Marsigit (he,,he,, he,,padahal ini trik anak kost untuk menghemat uang. Dengan alasan kunjung keluarga padahal untuk pengiritan uang kiriman atau juga uang kiriman telah habis. Makanya anak kost selalu ngunjungi keluarga dan teman-temannya diakhir bulan – trik ini didapat setelah 6 tahun menjadi anak kost!!! - red)
Pagi ini aku hentikan pertapaan yang tidak membawa hasil ini dan berjalan menyusuri gunung untuk menuju rumah Pak Marsigit. Aku harus cepat, karena aku tidak begitu mengerti bagaimana jalan kerumah Pak Marsigit, nanti akan kutanyakan di ruang administrasi Pascasarjana UNY. Yang penting aku harus turun dulu dari gunung ini. aku langkahkan kaki, menyusuri jalan setapak. Hingga aku sadari aku pada dimensi yang tidak aku kenal dan tahu arahnya. Huff.. aku tersesat!!! (Tanda-tanda jika anda tersesat : 1. Pertama anda tidak tahu ada dimana?,2 : dalam pikiran anda ada pertanyaan “ Heiii… ini dimana?” semua orang udah tahu kaliii…)
“Ah…Hari yang tidak beruntung…Belum hilang pusing tujuh keliling ini. Pusingku bertambah oleh jalan ini, dimanakah aku berada?” gerutuku di dalam hati.
Aku putuskan untuk berhenti sejenak untuk melepas kepenatan dan menyegarkan pikiranku. Dalam hati aku berharap mudah-mudahan ada yang orang yang lewat untuk menanyakan jalan yang benar.
“Hei… itu ada orang yang lewat. Tapi siapakah Dia? Dari penampilannya dia bukan orang sini, karena biasanya orang-orang disini memakai baju khas jawa. Dia memakai baju seperti jubah. Wajahnya juga dipenuhi jambang dan jenggot yang lebat. Mengingatkan aku pada teman-teman ayahku. Dari raut wajahnya Dia sangat pintar. Atau jangan-jangan…Dia manusia bukan manusia, Dia lelembut (lelembut : makhluk halus – red) yang ada di gunung ini, konon katanya ini rumah para lelembut.” Ujarku dalam hati.
Ah.. tapi biarlah yang penting aku bisa keluar dari tempat ini. Bukankah lelembut lebih takut kepadaku (konon kata abangku yang kedua aku lebih menyeramkan daripada lelembut. Kalau lelembut sesajinya hanya bunga dan kalau marah di bacakan ayat kursi juga hilang. Tapi kalau aku sesajinya bunga bank yang buat dia bangkrut dan kalau marah kursi yang menghilang karena melayang. Makanya sebenarnya aku itu lebih menyeramkan dibandingkan lelembut. Hehehehe…).
Bab ini udah mulai serius yah teman-teman…
Aku berlari menghampiri orang tua tersebut. “ Maaf bapak, bisakah saya bertanya?”
“Kamu mau menanyakan apa anak mudi” jawabnya
“Tahukah bapak jalan keluar dari gunung ini? Karena sesungguhnya saya tersesat dan tidak tahu jalan untuk keluar.”
“ Kamu dapat mengikuti saya. Karena saya juga akan menuju arah yang sama”
“Terimakasih bapak, aku harus cepat-cepat keluar dari gunung ini. Aku harus ketempat pak Marsigit dosen filsafat saya untuk menanyakan jawaban dari semua pertanyaan yang ada dikepala ini. Sungguh ini membuat kepala saya penuh dan pusing. Ayo bapak.. kita harus segera ” kataku dengan penuh semangat.
“Jangan tergesa-gesa anak mudi. Semangat mudamu yang menggelora terkadang dapat membakar rencanamu yang bagus menjadi debu yang akan menghilang dengan sia-sia. Sebelumnya saya akan istirahat dahulu ditempat ini. Karena tempatmu istirahat ini sungguh indah. Kita bisa melihat alam yang mempesona. Ayo kamu juga dapat mempelajari alam ini”
Walaupun sedikit kesal karena hal ini akan menambahkan waktuku untuk sampai kerumah pak Marsigit, tapi aku memutuskan untuk menunggu orang tua tersebut.
Sebenarnya aku ingin menanyakan siapa dia, dari mana asalnya. Tapi aku enggan karena melihatnya begitu asyik memperhatikan alam. Dari sorot mata dan raut wajahnya, Dia tengah memikirkan sesuatu dari alam. Aku tidak tahu apa yang dipikirkannya. Tapi sekali-kali dia mengganguk-anggukkan kepala dengan tersenyum seperti murid-muridku jika memahami pelajaran matematika yang kuberikan.
“Maaf jika aku membuatmu menunggu begitu lama” kata otang tua tersebut. Yang membuat aku terkejut. Aku telah begitu ngantuk dan bosan menunggu.
“Tidak apa-apa pak” jawabku berbasa-basi. Padahal didalam hatiku rasa kesal telah membatu.
“ Tapi kalau kamu tidak keberatan, saya ingin 1 jam lagi disini. Tapi jangan takut, kamu boleh berbicara denganku”
Huff… ini berarti menunda perjalananku lagi. Tapi tidak apalah mungkin ada hikmah dibalik ini pikirku.
“Silahkan pak. Senang bisa berbicara dengan anda” jawabku sekenanya
“Siapa namamu anak mudi?” Tanya orang tua tersebut sambil tak henti menatap alam ini.
“Gadis Arniyati Athar, Bapak dapat memanggil saya dengan Gadis. Seperti semua orang memanggil saya”
“Nama yang bagus, tapi jarang didengar” katanya memuji
“Jika bapak berada didaerah tempat saya tinggal nama itu sangat familiar, karena itu nama khas anak perempuan melayu. Berkunjunglah kedaerah saya, dengan senang hati saya akan menjamu bapak” kataku. Ternyata berbicara dengan bapak tua ini mengasyikkan juga pikirku.
“Terimakasih saya haturkan dengan berbangga hati atas undangan. Hmmm…tapi tadi saya mendengar kamu berbicara tentang pak Marsigit? Ada apa dengan dia?”
“Bapak mengenal pak Marsigit? Dia dosen filsafat saya. Saya mau menemuinya agar dia menjawab pertanyaan – pertanyaan yang ada dikepala ini. Pertanyaan ini membuat saya menjadi pusing pak” kataku sedikit terkejut karena dia mengenal pak Marsigit dosen ku
“ Hmmm.. jiwa mudamu itu anak mudi, kamu harus dapat mengendalikannya. Kalau tidak api itu akan membakarmu.”Dia tersenyum simpul menepuk-nepuk pundakku.
Nasihatnya Mungkin dia benar, aku harus mengendalikan sifat keinginantahuan yang besar pada diriku. Karena ini selalu menjadi problem, aku seperti tergesa-gesa tapi terkadang ini juga menjadi hal yang baik untuk ku. Mungkin aku hanya perlu untuk mengendalikannya saja.
“Tentu aku mengenal pak Marsigit. Dia temanku berdiskusi dalam berfilsafat. Dia mengenalkan ide-ide filsafatku. Mungkin juga mengenalkannya padamu. Dia dosen kamu yah? Menurut saya dia pasti dosen yang baik” sambungnya lagi
Hatiku sangat senang mendengarnya. Karena aku berpikir, wah.. dia bisa pasti bisa menjawab pertanyaan yang ada dikepalaku.
“Dia dosen yang baik menurut saya, tapi terkadang materi mata kuliahnya membuat saya bingung. Filsafat sungguh memusingkan kepala saya. Tapi bapak kalau kamu teman diskusinya pak Marsigit, tentu bapak juga sangat pintar filsafat. Bisakah aku mennayakan bebrapa pertanyaan padamu?”
“ha..ha..ha..ha.. anak mudi –anak mudi. Filsafat tidak susah seperti yang kamu bayangkan. Karena filsafat adalah hasil pemikiranmu. Apakah kamu tidak berpikir selama ini?”
“Tentu saya berpikir, buktinya setiap saat kepala saya penuh pertanyaan. Pertanyaan ada bukankah hasil berpikir? Bapak bantulah saya untuk memecahakan masalah ini” jawab saya
“Apa yang bisa saya bantu. Orang-orang filsafat biasanya rajin membantu orang lain kok” katanya sambil tersenyum jenaka. Ternyata bapak tua ini bisa guyon juga pikirku.
“ Aku mau menanyakan pemikiran-pemikiran dari filsuf. Apa itu filsafat? Mengapa arti filsafat dapat berbeda-beda? Siapa bapak Filsafat sesungguhnya? Bagaimana Socrates dan plato dengan idenya? Mengapa Socrates bertentangan dengan teori relativismenya Heraclitus? Mengapa…”
“Cukup anak mudi, kamu harus kendalikan emosimu. Bukankah umat nabi Musa sesat karena terlalu banyak bertanya?” kata bapak tua memotong pertanyaanku yang ingin kukeluarkan dari isi kepala ini.
“Umat nabi Musa selalu bertanya dan tidak mau memikirkan jawabannya bapak. Seperti kita memperhatikan alam ada siang dan ada malam. Kita hanya bertanya mengapa seperti ini? Tanpa ada mau mencari jawaban bahwa karena ada rotasi bumi. Besok ketika kita melihat pohon besar, kita bertanya mengapa?jawabannya hanya yah mungkin itu kodrat alam. Umat nabi Musa hanya bertanya tanpa mau mencari jawabannya bapak” kataku
“Yup, sebenarnya kamu sudah berfilsafat. Buktinya kamu telah berpikir dari keadaan alam, lingkungan sekitarmu. Sesungguhnya itulah berfilsafat. Kalau kamu mengartikan bunga mawar adalah bunga keindahan dari hasil pengamatanmu dan saya mengatakan bunga mawar adalah bunga cinta kasih dari pengamatan saya apakah itu salah?” Tanya bapak tua itu lagi.
“Yah tentu tidak pak, saya tidak bisa menyalahkan pengertian bunga dari bapak dan bapak tentu tidak bisa juga menyalahkan pengertian bunga dari saya” jawabku
“Terus…pengertian filsafat dari filsuf yang berbeda-beda pengamatan juga harus disamakan?”
“Tentu tidak bapak” kataku.
“Yup kamu telah menjawab pertanyaanmu apa itu filsafat dan mengapa filsafat itu mempunyai pengertian yang berbeda – beda” kata bapak tua tersebut sambil mengacungkan tanda viktori dengan jarinya. (Peace…!!!!). Wah ternyata ini orang tua semakin membuatku penasaran.
“Yah sekarang, aku mengerti pak tua, lalu siapakah bapak filsafat sesungguhnya? Karena ada buku yang mengatakan Thales, ada yang mengatakan Socrates ada yang mengatakan Heraclitus, trus siapa dong pak?”
“Dalam filsafat seseorang menjadi raja pada pemikiranya, Thales yang memperkenalkan pertama kali berpikir dengan akal, lalu Socrates memperkenalkan akal dengan moralitas, Heraclitus dengan paham relativismenya, Descrates dengan rasionalismenya. Lalu siapakah yang dapat dikatakan bapak filsafat jika seperti itu?”
“Saya bingung pak tua, tapi aku setuju dengan jalan pikiranmu” jawabku
“Bapak Bagaimana dengan ajaran Socrates? Mengapa Socrates menentang kaum-kaum sofis yang mengusung paham relativisme?” aku bertanya kembali dengan pak tua
“Kaum sofis yang mengusung paham relativisme Heraclitus mengatakan bahwa keadaan selalu berubah. Itu yang ditentang oleh Socrates” ujar pak tua
“Itukan hasil dari pengamatan alam. Alam ini berubah-ubah pak tua. Bukankah Socrates memulai filsafatnya dengan bertolak dari pengamatan sehari-hari. Jadi kenapa Socrates menetang kaum sofis? Kata ku tidak sabaran.
“Kamu pernah tahu tidak dasar relativisme?” kata pak tua
“Sekilas pak, sebenarnya paham relativitisme didasarkan oleh Heraclitus. Dia menyatakan bahwa “You can not step into the same river, for the fresh water are ever flowing upon you” (Engkau tidak dapat terjun ke sungai yang sama dua kali karena air sungai itu selalu mengalir). Heraclitus hanya melihat alam ini adalah bentuk yang mengalir / atau berubah” jawab ku menjelaskan apa yang kutahui tentang relativisme
“Apakah kamu tidak pernah memikirkan implikasi dari kata “mengalir”? Tanya pak tua
“Yang saya tahu pak tua, alam tidak akan bisa sama seperti yang kemarin, sederhana aja dan masuk diakalkan?” kataku sekenanya
“Itu bukan pernyataan yang sederhana anak muda, kata semua mengalir sama dengan artinya alam berubah. Implikasi yang paling nyata dari itu bahwa kebenaran didunia ini juga selalu berubah. Tidak ada kebenaran objektif yang ada hanya kebenaran subjektif. Jika hari ini 2 + 2 = 4 besok dapat berubah menjadi 5, 6 atau yang lainnya. Apakah kamu mengerti?” katanya sambil menepuk bahuku?
“Saya bingung pak…Otakku yang tadi sedikit tenang sekarang bergejolak lagi. Tolong pak tua jelaskan kepada saya…” pintaku dengan sedikit memelas.
“Baik akan saya jelaskan , dengan kenyataan yang ada tapi saya harap kamu mau mengikuti saya” kata pak tua
“Saya akan ikut denganmu pak tua, lagipula hari telah beranjak senja tidak akan mungkin kita disini. Kita harus turun”
“Tutup matamu sekarang dan peganglah pundakku anak muda”kata pak tua
Aku tidak tahu apa yang akan dia lakukan, tapi karena rasa penasaranku, aku mengikuti saja apa yang dia perintahkan.
“Sekarang buka matamu” kata pak tua
“Hei dimana kita pak tua? bukankah ini bukan dilereng gunung lagi?” tanyaku keheranan.
Kami telah berada di daerah yang berbeda. Huff… apakah aku bermimpi. Aku mencubit tanganku dengan keras. Ternyata ini bukan mimpi, karena aku merasakan sakitnya cubitan itu. Trusss… yang aku alami ini kenyataan atau tidak. Aku bertanya-tanya didalam hati.
“Kamu tenang aja, saya punya kemampuan untuk menembus waktu. Jangan takut. Walaupun saya kamu anggap hantu, saya adalah hantu yang paling cakep dan baik” dengan jenaka dia menerangkan kepadaku.
“Kita ada dipasar demangan pak tua, aku tahu pasti pasar ini karena aku sering belanja disini. Tapi benarkah kita sudah sampai disini?”
“Kamu benar, coba sekarang sekarang kamu pengertian keadilan pada pedagang dan pembeli?” kata pak tua itu.
Mulai bab ini gak perlu serius-serius banget deh. Capek banget dengan keseriusan…
“Nyuwun Sewu mbah, Kulo Saged Tanglet?”
“from magister UNYkan? Use English language please?” kata si mbah. (Gubrak weis.. si mbah keren abis. Kalah kita dengan si mbah neh..)
“Ok mbah. Can I ask you? What defeniton of justice” kata ku kepada si mbah.
Si mbah menjawab dengan bahasa ingris yang fasih yang kira-kira artinya seperti ini ( ini saya artikan aja ya karena saya kasihan yang tidak pandai bahasa inggris.. hehehehe peace)
“Menurut buku yang saya baca dan pengamatan saya sehari-hari , keadilan adalah ketika saya diberikan uang yang cukup dari harga barang yang saya jual” kata si mbah dengan menganguk-anggukkan kepala.
“Matur nuwun mbah”
Aku mencari pembeli yang ada di pasar itu dan mencoba menanyakan kembali
“Ibuk, kulo saged tanglet? kataku
“ English language please? Jawab pembeli itu mencueki aku.
“ Ok , Can I ask you? What defeniton of justice” tanyaku lagi dengan takjub. Ternyata orang jogja keren, pasar tradisional aja harus menggunakan bahasa inggris. Weis mestibelajar lagi neh…
“Menurut hasil filsafat saya , jika penjual memberi saya barang yang sesuai dengan harganya itulah keadilan” jawab si ibu dengan bahasa inggris yang fasih.
Pesan moral :
1. ayo belajar bahasa inggris masak kalah dengan si mbah dan si ibuk yang tidak tamatan TK..
2. Ayo.. membaca.!!!! Ayo berpikir…. Masa anak S2 kalah dengan si mbah dan si ibuk.
Aku mencari-cari sosok pak tua. Ku edarkan seluruh pandangan mata ke sudut pasar. Hmmm… itu dia. Aku datang menghampiri pak tua tersebut.
“Pak tua sudah saya lakukan”
“Sebentar lagi asyik ini makan kue” Ternyata pak tua lagi menikmati kue risoles sambil mendelik kepedasan karena termakan cabe yang diselipkan di risoles.
“Ayo kita pergi lagi , tapi sebelumnya bayari dulu makanan dan minuman saya ini. 8 kue, 1 teh ice “ kata pak tua kepada ku. Dasar..tapi tidak papalah toh harga kuenya juga tidak seberapa, karena pasar ini terkenal dengan harga yang murah.
Aku memejamkan mata dan memegang pundaknya, melakukan seperti yang tadi aku lakukan. Tapi mengapa pundak pak tua serasa pergi menjauhiku.
“Hei anak mudi ayo cepat, naik keatas becak ini. Kamu mau mengikutiku tidak?” aku mendengar teriakan pak tua
Ealah…. Ternyata pak tua itu telah menaiki sebuah becak yang ada di depan pasar tradisisonal tersebut.
“Maaf pak tua, kita tidak pakai cara menghilang?”
“Kita mau ke Saphire., sah pake menghilang2 segala , nanti kita kelewatan lagi. Jadi lebih baik naik becak” kata pak tua tersebut sambil tersenyum
Dasar bapak tua yang aneh, terkadang pemikirannya selalu susah ditebak. Kamipun segera berangkat ke Saphire dengan becak.
Sesampainya di Saphire pak tua memerintahkan aku untuk menanyakan tentang keadilan pada penjual dan pembeli.
Karena memperkirakan ini adalah pasar yang modern, pasti orang-orangnya lebih fasih berbahasa inggris daripada pasar traditional demangan. Maka aku menggunakan bahasa inggris kepada seorang penjual.
“ nyuwun mbak, Can I ask you? What defeniton of justice?” Tanyaku
“Panjenengan ngomong opo sih, kulo gak ngertos? Gunakan bahasa Jawa atau Indonesia dunks?” Weis ternyata penjual ini tidak mengerti bahasa ingris toh.
“Saya mau bertanya pada mbak, apa sih pengertian keadilan menurut mbak?” Kataku
“Ooo.. kalaumenurut aku sih, keadilan jika barang yang kujual dapat untung sebanyak-banyaknya. Karena harga penyewaan toko di sini sangat mahal” kata penjual dengan cueknya.
“kalau begitu terimakasih ya mbak”
Akupun berlalu mencari pembeli yang ada disekitar sapphire. Aku lihat seorang perempuan yang modis. Dari rambutnya yang kemerah-merahan sepertinya dia keturunan barat.
“ Can I ask you? What defeniton of justice?”
“Maaf gunakan bahasa Indonesia, saya tidak pandai berbahasa Inggris, apalagi bahasa yang lain-lain cukup bahasa Indonesia bagiku” kata nya dengan aksen kebarat-baratan (Nahloh… kok bisa kayak gini. Mungkin ini yang dinamakan “Buklek Java” kali ya…)
“Saya bertanya sama mbak, apa sih pengertian keadilan menurut mbak?” kata ku menjelaskan.
“Pembeli Sebagai saya mengatakan keadilan jika saya memperoleh barang dengan harga yang murah dan kualitas yang bagus”
“ Terimakasih mbak” jawabku
Pesan moral : tidak semua yang orang yang berbau barat itu dari luar negeri yang bisa berbahasa inggris. Bisa aja dia “BUKle” java (orang yang bergaya kebarat-baratan tapi pemikiran NDeso)
Ah… pak tua itu menghilang lagi. Dimana dia yah?
“Hai anak mudi, sudah dapatkah kamu pengertian keadilannya?” kata seseorang bapak dengan blankon dan baju adat jawa.
Aku memperhatikan dengan seksama.
“hahahaha..kamu cukup pantas menggunakanbaju jawa ini pak tua. Walaupun terlihat aneh tapi aku akui kamu apik saget” kataku ketika menyadari itulah pak tua yang bersamaku.
“Sekilas tidak berbeda, tapi kalau dilihat pada pasar tradisional penjual dan pembelinya lebih nerimo dan saling percaya. Karena mereka menjual dan membeli dari harga yang ditawarkan tanpa mengambil keuntungan sebanyak-banyaknya. Kalau dipasar mewah ini penjual dan pembeli lebih mementingakan materialitas dalam hal ini uang. Tampak kalau penjual dan pembeli ingin memperoleh untung sebanyak-banyaknya” kataku kepada pak tua
“Itulah yang digugat Socrates pada filsafat Heraclitus” kata pak tua tersebut. Aku heran tidak mengerti apa maksud yang dikataknnya.
“Kalau kamu belum mengerti juga, baik aku akan membawamu pergi kesuatu tempat lagi” lanjut pak tua, melihat wajahku yang kebingungan.
“Hei ayo anak mudi, kenapa kamu mau pergi?” kata pak tua ketika aku mau melangkahkan kaki menuju pintu keluar.
“Kita pakai menghilang lagi pak tua atau pake becak?” tanyaku.
“Ayo biar cepat, kita mau ke tempat yang jauh, kelamaan naik becak” kata pak tua.
Akupun memegang bahunya dan memejamkan mata.. sesaat kami telah sampai pada suatu tempat yang asing bagiku.
“Ini negeri China. Coba lihat di sudut sana dan dengarkan pembicaraan mereka” kata pak tua kepadaku.
Aku melihat dua orang yang mirip. Sepertinya aku sangat mengenal mereka. Hei itukan Anggodo, orang yang mendadak menjadi selebritis dalam bidang laga (bukan sinetron atau flim laga – red) di negeriku. Tapi selebritis dalam bidang melaga Kepolisian (yang katanya mengayomi masyarakat dan juga mengayumi masyarakat) dan KPK, (yang katanya badan anti korupsi tapi tidak anti suap). Hingga terjadi perseteruan yang hebat antara KPK dan Kepolisian. Tapi aku tidak tahu kebenarannya. Biarlah itu menjadi urusan orang-orang politik di negeriku. Aku yakin pasti suatu saat kebenaran akan terungkap juga.
Aku tidak mau ambil pusing memikirkan hal itu, sedangkan mata kuliah pak Marsigit aja gak rampung-rampung aku pikirkan. Konon lagi mikiri Anggodo. Wah.. makin mumet.
“Ini semua tidak adil, masa kamu aja Anggoro yang harus menjadi kambing hitam semua ini. Kenapa kasus ini bisa terungkap? Bukankah seharusnya udah diam semua, karena semua sudah kita beri fee yang cukup untuk membuat rumah mewah. Apa mereka masih merasa kurang?” kata Anggodo kepada seseorang yang aku ambil kesimpulan adalah Anggoro abangnya.
“Sekarang lagi kenapa aku mau diadili. Bukankah aku hanya sebagai perantara saja. Ini sungguh tidak adil, tidak adil…!!!” lanjut Anggodo lagi
Aku mengernyitkan kening, bingung dan menahan marah.
“Kenapa kamu bereaksi seperti itu? Kata pak tua menegurku
Emosiku meledak “Masih pantaskah seorang koruptur seperti mereka berbicara keadilan. Merekakan sudah memakan uang rakyat. Membuat rakyat menderita. Membungkam orang untuk diam. Mengajak orang untuk berbuat kesalahan. Seenak udelnya aja mereka meminta keadilan. Keadilan seperti apa yang mereka pinta.” Teiakku berapi-api.
“Hei siapa itu, ayo cari jangan-jangan mereka adalah intel dari Indonesia?” kata Anggodo menyuruh para pengawalnya.
Mungkin Dia mendengar kemarahanku tadi. Aduh gawat neh. Aku langsung menarik pak tua untuk segera berlari. Kami bersembunyi ditempat yang gelap. Para pengawal Anggodo mendekati kami. Keringat dinginku bermunculan dari dahi. Andaikan kami ketangkap pastilah kami tidak bakalan hidup lagi.
“Itu yang digugat Socrates pada filsafat Heraclitus” kata pak tua dengan tenangnya.
Aku tidak memperdulikan yang diucapkan pak tua. Pengawal-pengawal Anggodo semakin mendekati kami. Semakin dekat, wah kami kelihatan. Meraka menghampiri kami, kami terkepung. Tamatlah riwayatku….
Hingga detik-detik mereka ingin menangkap kami pak tua mengatakan “Ayo pejamkan matamu, kita akan menuju tempat yang lain”
Aku melakukan saja apa yang dia perintahkan, kamipun menghilang. Hufff.. selamat. Tuhan apa yang terjadi jika aku dan pak tua ini ketangkap. Diriku hilang tiada kabar berita.
Aku tidak tahu apa yang dipikirkan pengawal-pengawal Anggodo. Apakah mereka ketakutan menyangka kami hantu karena kami menghilang tepat dikepungan mereka. (biarkan sajal deh mereka bingung..).
Kami tiba pada suatu daerah yang asing lagi untukku. Aneh daerah ini sangat bising. Seperti suara barang yang dilempar. Aku melihat ada piring terbang melewatiku. Wusss….aku mengelak piring terbang
“Hei kita dimana ini pak tua? Kok banyak sekali piring terbang, apakah kita diluar angkasa? Ya Allah inikah luar angkasa?” kataku memperhatikan sekelilingnya. Tapi perasaan ku mengatakan kok tidak beda dengan bumi ya.
Belum ada jawaban apapun kudengar dari mulut pak tua tiba-tiba….Gubrak, sesuatu melayang tepat diwajahku. Wah aku pusing tujuh keliling lagi neh, tapi ini bukan piring terbang, ini baju terbang, celana terbang, bahkan ada CD terbang (diharapkan ngerti semua apa yang dimaksudkan dengan CD ya. Saya “isin” untuk menjelaskannya) yang disertai nyanyian merdu seorang perempuan separuh baya
“Pergiiiiiii… dan jangan kembali… kamu berlaku tidak adil pada aku dan anak-anakmu”
“Kamu belum keluar angkasa, kamu masih dibumi” kata pak tua dengan senyuman jenaka melihatku.
Aku baru mengerti kami berada pada satu rumah yang baru saja baru saja terjadi perang dunia ke 3. Aku melihat seorang pria yang duduk termenung dipojokan halaman rumah. Aku mencoba mendekati pria tersebut.
“Maaf mas apa yang terjadi?”kataku
“Hufff..aku baru dia berantam dengan istri pertamaku. Dia mengatakan bahwa aku tidak adil. Padahal aku telah bersikap begitu adil pada istri-istriku” katanya
“Emang mas punya istri berapa?” tanyaku
“Baru dua kok mbak, nanti-nanti aja deh kalau mau tambah lagi, dua aja sudah begini susah apalagi 3 atau 4” katanya (Weiss, baru tahu rasa dia, emang enak poligami)
“Mas mungkin terlalu asyik dengan istri muda, emang sih mas istri muda lebih menarik dan biasanya lebih disayang?” kataku mencoba memancing persoalan sebanrnya.
“Tidak mbak, aku merasa sudah sangat adil dengan mereka berdua. Aku telah memberi waktu, nafkah, rumah dan segala-galanya dengan tidak ada perbedaan.”lanjut pria tersebut.
“Trus istri pertama mas kok masih marah dan merasa kurang adil?” selidikku
“Iya mbak dia istri pertama saya itu mengatakan kalau istri kedua tidak punya anak, sedangkan dia punya 6 orang anak. Jadi istri saya itu meminta jatahnya ditambah dan jatah istri kedua saya dikurangi. Wajar tidak menurut mbak sih?” tanyanya minta pendapatku.
Aku berpikir sejenak “Kalau aku berpikir yang mas lakukan pada keduanya belum adil memang mas. Coba karena istri kedua mas tidak punya tanggungan, dia bisa buat uangnya untuk kesalon, jalan-jalan, shopping dan bermewah-mewahan. Sedangkan istri pertama, mungkin aja untuk makan 6 anak saja sudah habis, belum lagi untuk pendidikannya” jawabku
Pak tua memberiku kode untuk mendekat, aku mendekati pak tua itu.
”kita harus pulang, biarkan pria itu berpikir. Dia butuh waktu merenungkan semuanya. Itulah yang digugat Socrates pada filsafat Heraclitus” katanya setengah berbisik.
Aku mengikuti jalannya pak tua. Tiba-tiba dia memerintahkan aku untuk menutup mata dan memegang pundaknya. Aku mengerti kami akan menuju kesuatu tempat lagi. Tapi kemana aku tidak tahu.
Tidak berapa lama kami tiba di Rumah makan “Sederhana” yang ada dijalan kaliurang.
“Apa disini juga ada makna keadilan pak tua?” Tanya ku
“Yah ini keadilan buat perut, Ayo kita makan dahulu, hari hampir malam. Kita belum ada makan dari tadi” katanya sambl memegangi perut.
Wah dia tahu seleraku nih (jadi teman-teman kalau mau bawa aku makan, kerumah makan padang sja ya..). Sambil makan aku memikirkan kejadian hari ini.
Seakan mengerti apa yang aku pikirkan, bapak tua itu bertanya padaku “Apa yang dapat kau ambil kesimpulan dari perjalanan hari ini?”
“Saya bingung pak tua, begitu banyak pengertian keadilan. Dari sesama pasar aja bisa memberi arti yang berbeda. Maksud saya dari pasar traditional dan pasar modern karena produsen dan konsumennya berasal dari latar belakang dan pendidikan yang berbeda. Maka mempunyai perbedaan penafsiran pula. Makanya pengertian itu relatif pada setiap orang-orangnya. Berpijak pada subjektifitas atau berpijak pelakunya” ujarku
“Hmm..” kata pak tua mau mengatakan sesuatu.
“Tapi tunggu pak tua, saya kok merasa tidak adil jika kita hanya berpikiran pada subjeknya saja. Jika kita berpijak pada subjeknya berarti setiap yang dilakukan subjek adalah kebenaran untuk si subjek. Misalnya Anggoro dan Anggodo, mereka mengatakan bahwa keadilan adalah membebaskan mereka dari kasusnya karena mereka telah memberikan uang kemakmuran. Tapi itukan mereka lakukan untuk mengayakan segelintir orang dan uang yang seharusnya untuk rakyat mereka ambil untuk kesenangan mereka. Ini bukan keadilan untuk rakyat tapi keadilan untuk mereka. Dan saya pikir ini adalah keadilan yang salah.” Lanjutku sebelum pak tua itu mengatakan sesuatu.
“Dan kalau hanya berlaku keadilan yang subjekvitas, maka pengertian keadilan itu dapat berbeda-beda. Seperti pria tadi, seharusnya dia mengerti bahwa keadilan untuk keduanya bukan membagi sama rata. Begitu juga dengan kasus Anggoro dan Anggodo itu bukanlah keadilan malah kedzaliman. Karena aku dapat menafsirkan bahwa keadilan adalah meletakan semua pada proporsi yang sebenarnya. Anggoro dan Anggodo telah melettakkan proporsi uang rakyat pada orang-orang yang tidak seharusnya.” Lanjutku.
“Itulah filsafat Socrates anak mudi, hari ini kamu telah mengenal Socrates dengan baik. Sebenarnya itulah inti yang digugat Socrates pada filsafat Heraclitus. Jika kebenaran mengalir, maka keadilan menurut Anggoro dan Anggodo adalah suatu kebenaran.”
“Maksudnya? Saya kurang mengerti” ujarku meminta penjelasan yang lebih dalam
“Menurut Socrates ada kebenaran yang objektif yang tidak bergantung dari kamu, dia atau saya. Jika kebenaran yang subjektif, berarti kebenaran itu relative, misalnya pada kasus Anggodo, pada kebenaran relative keadilan seperti itu adalah kebenaran. Ini yang dilakukan Heraclitus dan kaum sofis. Mereka menganggap pengetahuan adalah relative kebenarannya, tidak ada pengetahuan yang bersifat umum. Socrates menentang hal ini, Dia mengatakan harus ada defenisi dari sesuatu tesebut. Dengan defenisi itu Socrates membuktikan bahwa tidak seluruhnya orang sofis itu benar; yang benar adalah pengetahuan bersifat umum dan bersifat khusus ; yang khusus itulah pengetahuannya yang relative.” Jelas pak tua
“Pak tua apakah bisa kita contohnya dari keadilan tadi. Kita harus mendefenisiskan bahwa keadilan itu adalah menempatkan sesuatu pada proporsinya. Itu adalah kebenaran yang objektifnya. Kasus Anggoro ternyata bukanlah suatu kebenaran jika kita melihat dari kebenaran objektif tersebut. Pada kasur pasar dan kasus pria 2 istri tadi itu kebenaran yang relative. “ ujarku
“itulah filsafatmu dan itulah olah pemikiranmu. Silahkan berpikir kembali” jawab pak tua
“Pak tua sudah mirip pak Marsigit, dia selalu mengatakan hal itu jika kami menyatakn sesuatu” ujarku sambil ketawa.
“hahaha.. tenyata kamu belum melupakan pak Marsigit” kata pak tua sambil tertawa.
“Bagaimana saya bisa melupakannya pak tua. Terkadang walaupun saya ingin berlari dari mata kuliah itu, tapi saya merasa ingin mendekat kembali. Belajar filsafat itu seperti pepatah melayu ‘Hendak berlari dari orang yang diam-diam engkau puja’ yang maksudnya tidak dapat pergi. Seperti pemuda yang jatuh cinta, walaupun ingin pergi meninggalkan kaarena kekasih hati sukar diraih tapi selalu saja kembali lagi karena hati merindukannya”
“hahahah…anak mudi – anak mudi, selau penuh semangat”tawa renyahnya menghiasi wajahnya.
“Bisakah kita lanjutkan kembali pak tua, karena saya belum begitu mengerti sebenarnya ” lanjutku
“Apalagi anak mudi. Sesungguhnya kamu telah berfilsafat dan mengetahui apa itu filsafat.”
“Belum pak tua, yang tadi saja aku belum jelas dan masih banyak pertanyaan yang ada dikepala ini”
“Anak mudi saya harus memberikan keadilan pada tubuh ini, tidakkah kamu lihat saya sudah tua. Saya juga membutuhkan istirahat untuk tubuhku.” Katanya
Aduh aku baru menyadari hari telah malam, wajah lelah telah menggurai pada wajah bapak tua ini . ini juga bukan keadilan jika aku trus memaksanya.
“baik bapak, dimanakah bapak tinggal?mungkin aku bisa menghantarkannnya?
Aku seorang pengelana yang tidak punya tempat tinggal. Pilihkan aku sebuah penginapan yang bisa tempat istirahatku.” Pintanya padaku
Aku hantarkan dia ke hotel VIDI 3 karena inilah hotel yang paling terdekat dan fasilitasnya juga cukup baik.
Setelah mengurus administrasi dia akan menuju kamar yang ditunjukkan pegawai hotel tersebut.
“Cukup sampai disini anak mudi, saya mau istirahat terlebih dahulu. Tidak perlu kamu bayar, karena akan dibayar oelh Plato muridku” katanya
Aku berpikir, orang tua ini mungkin ngawur karena sudah terlalu lelah.
“Bisakah besok saya kemari dan kita diskusi lagi?’tanyaku
“Silahkan aku berada dikamar…sampai jumpa besok pagi” menyebutkan kamarnya dan berlalu kearah kamar tersebut.
Aku berlalu keluar dari hotel. Tiba-tiba aku baru teringat, bapak tua itu belum memperkenalkan diri. Huff karena semangatnya aku sampai lupa hari ini menanyakan siapa nama bapak tua itu.
Aku membalikkan badanku untuk menuju kehotel. Bapak tua itu pasti telah istirahat di kamarnya. Begitu sungkan aku untuk menggangunya walaupun aku tahu dia di kamar nomor berapa. Akhirnya kuputuskan untuk menanyakan pada abagian administrasi didepan hotel.
“Maaf mbak, bapak yang dikamar nomor … atas nama siapa yah?” tanyaku kepada mbak resepsionis.
“Yang dikamar … atas nama bapak Socrates mbak” jawab mbak resepsionis dengan ramah.
“Socrates? Apa mbak gak salah?” tanyaku ulang
“Maaf,sepertinya tidak ada kekeliruan. Nama setiap pengunjung kami daftarkan dari nama pada KTPnya mbak. “
“trus pembayarannya gimana mbak?”
“Sudah dibayarkan atas nama Plato dari kredit card mbak, maaf mbak ada masalah?” Tanya ulang resepsionis. Mungkin dia sedikit kesal karena aku terlalu banyak bertanya.
“Ahhh.. tidak ada apa-apa. Mungkin saya yang salah karena terlalu lelah. Trimakasih mbak” ujarku berlalu.
Aku meyakinkan diri kalau aku telah yang salah dengar karena keletihan perjalanan hari ini. Akhirnya kuputuskan pulang, aku memanggil taksi dan menyebutkan alamat kosku. Untung saja kostku tidak jauh dari hotel VIDI 3. Dengan waktu 5 menit aku telah sampai dikosku.
Mandi dengan air hangat ide yang baik menurutku untuk mengurangi keletihan ini. Segarnya setelah mandi, letih ku berkurang, tapi ternyata tidak dengan kantukku. Tempat tidur itu seakan memanggil-manggil aku
Huff..ku baca doa semoga Tuhan memberi keberkahan dan lindungan padaku. Mungkin tidak sampai pada hitungan ketiga aku telah terlelap. Aku tidur dengan membawa filsafatku.
Jogja, 28 November 2009
Inspirasi dari buku “The Prince Must Die” yang mengemas sebuah sejarah dalam sebuah novel.
Selasa, 12 Januari 2010
SOCRATES IS THE FATHER OF MORALITY
Siapa yang tidak mengenal fisuf besar ini.? Sumbangsih Socrates yang terpenting bagi pemikiran Barat adalah metode penyelidikannya, yang dikenal sebagai metode elenchos, yang banyak diterapkan untuk menguji konsep moral yang pokok. Karena itu, Socrates dikenal sebagai bapak dan sumber etika atau filsafat moral, dan juga filsafat secara umum. Hal ini yang menarik saya untukmembahas filsuf ini
Socrates lahir pada zaman Yunani, yang bermula sejak 7000 s.M. dengan mulai munculnya komunitas petani di kawasan tersebut. Sampai dengan sekitar 2000 s.M. kebudayaan Minos di pulau Kreta (sebuah pulau besar dekat Yunani) menjadi kekuatan dominan di kawanan ini. Setelah meletusnya gunung Thera sekitar 1500 s.M. bangsa Minos kehilangan kekuasaan dan bangsa Yunani mulai bangkit kekuatannya. Dalam periode 1000 s.M. sampai dengan masa Nabi Isa a.s., bangsa Yunani mulai mengembangkan konsep filosofi yang berkaitan dengan sains, politik dan kesenian. Mungkin ada yang ingin bertanya apakah perkembangan itu bersifat acak dalam suatu kebudayaan yang sudah maju, ataukah kemajuan itu berjalan dalam kerangka konteks keagamaan, atau juga bahkan berkat bimbingan rahmat Wahyu Ilahi. Adalah dalam periode ini muncul beberapa aliran pemikiran awal. Pada dasarnya kebudayaan Yunani didasarkan pada paganisme yaitu mereka menyembah tidak terbilang dewa dan dewi, dimana hal ini nantinya berpengaruh juga pada agama Kristen beberapa abad kemudian. Dewa-dewa utama bangsa Yunani terdiri dari antara lain:
- Zeus dewa langit
- Athena dewi perawan
- Apollo dewa yang cemerlang
- Artemis dewi perburuan
- Poseidon dewa lautan
- Hades dewa bawah tanah
Masih banyak lagi lainnya namun daftar di atas cukup memberikan gambaran tentang agama kuno bangsa Yunani. Di sekitar diri dewa- dewi tersebut terdapat jaringan dongeng mithologi yang berputar di sekitar sosok mereka masing-masing. Adalah dari pandangan tentang agama dan sembahan yang rancu demikian itulah para ahli filsafat Yunani berusaha menyusun kerangka fikiran yang harmonis dan teratur.
Socrates dilahirkan di Athena ( 470 S.M – 399 S.M ). Dia bukan keturunan bangsawan atau orang berkedudukan tinggi. Melainkan anak dari seorang pemahat bernama Sophroniscus dan ibunya seorang bidan bernama Phaenarete. Setelah ayahnya meninggal dunia, Socrates manggantikannya sebagai pemahat. Tetapi akhirnya ia berhenti dari pekerjaan itu dan bekerja dalam lapangan filsafat dengan dibelanjai oleh seorang penduduk Athena yang kaya.
Masa Socrates bertepatan dengan masa kaum sofis. Karena itu pokok pembahasan filsafat Socrates hampir sama dengan pokok pembahasan kaum sofis. Sebab itu ada orang yang memasukkan Socrates kedalam golongan kaum sofis. Tetapi ini tidak betul, karena ada perbedaan yang nyata antara pendapat Socrates dan pendapat kaum sofis itu.
Tetapi dengan sekuat tenaga Socrates menentang ajaran para sofis. Ia membela yang benar dan yang baik sebagai nilai obyektif yang harus diterima dan dijunjung tinggi oleh semua orang. Dalam sejarah umat manusia, Socrates merupakan contoh istimewa dan selaku filosof yang jujur juga berani.
Di masa mudanya Socrates mendapat pendidikan normal di bidang sains, musik dan gimnastik. Semua ini merupakan subyek pelajaran yang berlaku umum dalam periode Yunani klasik. Ia dikenal juga sebagai pematung dan katanya beberapa karyanya pernah ditampilkan di salah satu tempat di jalan menuju ke Acropolis di Athena.
Ajaran bahwa semua kebenaran itu relative dari kaum sofis telah menggoyahkan teori – teori sains yang telah mapan, mengguncangkan keyakinan agama. Ini menyebabkan kebingungan dan kekacauan dalam kehidupan. Inilah sebabnya Socrates harus bangkit. Ia harus meyakinkan orang Athena bahwa tidak semua kebenaran itu relatif, ada kebenaran umum yang dapat dipegang oleh semua orang. Sebagaian kebenaran memang relatif, tetapi tidak semuanya. Sayangnya, Socrates tidak meninggalkan tulisan. Ajarannya kita peroleh dari tulian murid – muridnya terutama Plato.
Bartens menjelaskan ajaran Socrates sebagai berikut ini. Ajaran itu dutujukan untuk menentang ajaran relativisme sofis. Ia ingin menegakkan sains dan agama. Kalau dipandang sepintas lalu, Socrates tidaklah banyak berbeda dengan orang – orang sofis. Sama dengan orang sofis, Socrates memulai filsafatnya dengan bertolak dari pengalaman sehari – hari. Akan tetapi, ada perbedaan yang amat penting antara orang sofis dan Socrates. Socrates tidak menyetujui kaum sofis.
Menurut pendapat Socrates ada kebenaran obyektif, yang tidak bergantung pada saya atau pada kita. Ini memang pusat permasalahan yang dihadapi oleh Socrates. Untuk membuktikan adanya kebenaran obyektif, Socrates menggunakan metode tertentu. Metode itu bersifat praktis dan dijalankan melalui percakapan – percakapan. Ia menganalisis pendapat – pendapat. Setiap orang mempunyai pendapat mengenai salah dan tidak salah, misalnya ia bertanya kepada negarawan, hakim, tukang, pedagang, dsb. Menurut Xenophon, ia bertanya tentang salah dan tidak salah, adil dan tidak adil, berani dan pengecut dll. Socrates selalu menganggap jawaban pertama sebagai hipotesis, dan dengan jawaban – jawaban lebih lanjut dan menarik kensekuensi – konsekuensi yang dapat disimpulkan dari jawaban – jawaban tersebut. Jika ternyata hipotesis pertama tidak dapat dipertahankan, karena menghasilkan konsekuensi yang mustahil, maka hipotesis itu diganti dengan hipotesis lain, lalu hipotesis kedua ini diselidiki dengan jawaban – jawaban lain, dan begitulah seterusnya. Sering terjadi percakapan itu berakhir dengan aporia ( kebingungan ). Akan tetapi, tidak jarang dialog itu menghasilkan suatu definisi yang dianggap berguna. Metode yang biasa digunakan Socrates biasanya disebut dialektika yang berarti bercakap – cakap atau berdialog. Metode Socrates dinamakan diaelektika karena dialog mempunyai peranan penting didalamnya.
Bagi kita yang sudah biasa membentuk dan menggunakan definisi barang kali merasakan definisi itu bukan sesuatu yang amat penting, jadi bukan suatu penenmuan yang berharga. Akan tetapi, bagi Socrates pada waktu itu penemuan definisi bukanlah hal yang kecil maknanya, penemuan inilah yang akan dihantamkannya kepada relatifisme kaum sofis.
Orang sofis beranggapan bahwa semua pengetahuan adalah relatif kebenarannya, tidak ada pengetahuan yang bersifat umum. Dengan definisi itu Socrates dapat membuktikan kepada orang sofis bahwa pengatahuan yang umum ada, yaitu definisi itu. Jadi, orang sofis tidak seluruhnya benar, yang benar ialah sebagian pengetahuan bersifat umum dan sebagian bersifat khusus, yang khusus itulah pengetahuan yang kebenaranya relatif. Misalnya contoh ini : Apakah kursi itu ? kita periksa seluruh, kalau bisa seluruh kursi yang ada didunia ini. Kita menemukan kursi hakim ada tempat duduk dan sandaran, kakinya empat, dari bahan jati. Lihat kursi malas, ada tempat duduk dan sandaran, kakinya dua, dari besi anti karat begitulah seterusnya. Jadi kita ambil kesimpulan bahwa setiap kursi itu selalu ada tempat duduk dan sandaran. Kedua ciri ini terdapat pada semua kursi. Sedangkan cirri yang lain tidak dimilki semua kursi. Maka, semua orang akan sepakat bahwa kursi adalah tempat duduk yang bersandaran. Berarti ini merupakan kebenaran obyektif – umum, tidak subyektif – relative. Tentang jumlah kaki, bahan, dsb. Merupakan kebenaran yang relatif. Jadi, memang ada pengetahuan yang umum, itulah definisi.
Dengan mengajukan definisi itu Socrates telah dapat “ menghentikan ” laju dominasi relatifisme kaum sofis. Jadi, kita bukan hidup tanpa pegangan, kebenaran sains dan agama dapat dipegang bersama sebagainya, diperselisihkan sebagainya. Dan orang Athena mulai kembali memegang kaidah sains dan kaidah agama mereka.
Socrates mengatakan kebenaran umum itu memang ada. Ia bukan dicari dengan induksi seperti pada Socrates, melainkan telah ada “ disana ” dialam idea. Kubu Socrates semakin kuat, orang sofis sudah semakin kehabisan pengikut. Ajaran behwa kebenaran itu relatif semakin ditinggalkan, semakin tidak laku, orang sofis kalap,
Pencerahan dari Socrates yang dilakukan secara ekstensif serta sikapnya yang berprinsip jadinya dianggap mengganggu oleh negara Yunani yang kemudian menangkapnya pada tahun 399 s.M. Yang menjadi pendakwanya adalah Meletus (seorang penyair), Anytus (politisi) dan Lycon (orator). Tuduhannya adalah: Socrates telah bersalah karena tidak mengakui dewa-dewa kota, mengakui adanya sembahan lain dan mencoba memperkenalkan kekuasaan lain. Ia juga telah merusak generasi muda.
Menurut penuturan Plato, Socrates menolak memberikan argumentasi rhetorikal untuk membela dirinya dan menggunakan cara yang lebih santun. Menurut apologi Plato, ia mengawali pembelaan dirinya dengan kata-kata berikut: Kalau begitu aku harus mengajukan pembelaan diri dan mencoba menjernihkan fitnah yang sudah berlangsung lama atas diriku. . . Dan dengan menyerahkan segala sesuatu kepada Tuhan, sesuai dengan kepatuhan kepada hukum, aku sekarang akan mengajukan pembelaan diriku.
Sebenarnya ia mempunyai kesempatan untuk mendapatkan hukuman yang lebih ringan tetapi ia menolak dan lebih mempertahankan pendapatnya. Ia sepertinya mengabaikan kedatangan maut dan bahkan menyatakan bahwa ia akan pergi ke suatu tempat yang lebih baik. Ia kemudian divonis mati dan setelah beberapa hari di penjara, ia dipaksa meminum racun yang membawa kematiannya
Plato dalam karyanya Symposium mencoba merekam pemikiran-pemikiran Alcibiades, seorang politisi kaya di Athena, dan reaksi yang bersangkutan saat mendengar dakwah Socrates sebagai berikut: Ketika aku mendengarkan dirinya, hatiku berdegup keras . . . sepertinya kalut . . . kesurupan . . . dan air mata meleleh mendengar apa yang dikatakannya. Aku bisa melihat bahwa orang-orang lain juga merasakan dampak yang sama. Aku pernah mendengar Pericles bicara. Aku pernah mendengar orator-orator yang baik lainnya tetapi mereka tidak ada yang menimbulkan efek seperti halnya ini. Mendengar mereka itu aku tidak merasa jiwaku kalut atau merasa bahwa aku ini hanyalah debu belaka.
Alcibiades disini sedang menceritakan interaksi dirinya dengan seseorang yang unik, bukan seorang politisi, bukan seorang egoist, tetapi seseorang yang memiliki keyakinan dan indra yang kuat tentang baik dan buruk, salah dan benar, dan ia mampu menggugah pendengarnya sebagaimana yang hanya bisa dilakukan oleh seorang nabi Tuhan. Bahkan Plato menyebut Socrates sebagai “orang yang paling adil di zamannya”
Sedangkan tentang mengenal diri Socrates menjadikan pedoman seperti pada pepatah yang berbunyi : “ kenalilah dirimu dengan dirimu sendiri ” ( Gnothisauton ). Pepatah ini dijadikan oleh Socrates jadi pokok filsafatnya. Socrates berkata : manusia hendaknya mengenaldiri dengan dirinya sendiri, jangan membahas yang diluar diri, hanya kembalilah kepada diri. Manusia selama ini mencari pengetahuan diluar diri. Kadang – kadang dicarinya pengetahuan itu didalam bumi, kadang – kadang diatas langit, kadang – kadang didalam air, kadang – kadang diudara. Alangkah baiknya kalau kita mencari pengetahuan itu pada diri sendiri. Dia memang tidak mengetahui dirinya, maka seharusnya dirinya itulah yang lebih dahulu dipelajarinya, nanti kalau dia telah selesai dari mempelajari dirinya, barulah dia berkisar mempelajari yang lain. Dan dia tidak akan selesai selama – lamanya dari mempelajari dirinya. Karena pada dirinya itu akan didapatnya segala sesuatu, dalam dirinya itu tersimpul alam yang luas ini.
DAFTAR PUSTAKA
- Jahja, Muchtar. 1962. Pokok – Pokok Filsafat Yunani, Jakarta : Widjaya.
- Solomon, Robert C. 1996. Sejarah Filsafat, New York : Yayasan Bentang Budaya.
- Suparlan Suhartono, 2007, Filsafat Pendidikan, Yogyakarta : Arruz Media
- Tafsir, Ahmad. 2003. Filsafat Umum, Bandung : PT Remaja Rosda Karya.
- The Liang Gie, 2004 , Pengantar Filsafat Ilmu, Yogyakarta : Penerbit Liberti
Socrates lahir pada zaman Yunani, yang bermula sejak 7000 s.M. dengan mulai munculnya komunitas petani di kawasan tersebut. Sampai dengan sekitar 2000 s.M. kebudayaan Minos di pulau Kreta (sebuah pulau besar dekat Yunani) menjadi kekuatan dominan di kawanan ini. Setelah meletusnya gunung Thera sekitar 1500 s.M. bangsa Minos kehilangan kekuasaan dan bangsa Yunani mulai bangkit kekuatannya. Dalam periode 1000 s.M. sampai dengan masa Nabi Isa a.s., bangsa Yunani mulai mengembangkan konsep filosofi yang berkaitan dengan sains, politik dan kesenian. Mungkin ada yang ingin bertanya apakah perkembangan itu bersifat acak dalam suatu kebudayaan yang sudah maju, ataukah kemajuan itu berjalan dalam kerangka konteks keagamaan, atau juga bahkan berkat bimbingan rahmat Wahyu Ilahi. Adalah dalam periode ini muncul beberapa aliran pemikiran awal. Pada dasarnya kebudayaan Yunani didasarkan pada paganisme yaitu mereka menyembah tidak terbilang dewa dan dewi, dimana hal ini nantinya berpengaruh juga pada agama Kristen beberapa abad kemudian. Dewa-dewa utama bangsa Yunani terdiri dari antara lain:
- Zeus dewa langit
- Athena dewi perawan
- Apollo dewa yang cemerlang
- Artemis dewi perburuan
- Poseidon dewa lautan
- Hades dewa bawah tanah
Masih banyak lagi lainnya namun daftar di atas cukup memberikan gambaran tentang agama kuno bangsa Yunani. Di sekitar diri dewa- dewi tersebut terdapat jaringan dongeng mithologi yang berputar di sekitar sosok mereka masing-masing. Adalah dari pandangan tentang agama dan sembahan yang rancu demikian itulah para ahli filsafat Yunani berusaha menyusun kerangka fikiran yang harmonis dan teratur.
Socrates dilahirkan di Athena ( 470 S.M – 399 S.M ). Dia bukan keturunan bangsawan atau orang berkedudukan tinggi. Melainkan anak dari seorang pemahat bernama Sophroniscus dan ibunya seorang bidan bernama Phaenarete. Setelah ayahnya meninggal dunia, Socrates manggantikannya sebagai pemahat. Tetapi akhirnya ia berhenti dari pekerjaan itu dan bekerja dalam lapangan filsafat dengan dibelanjai oleh seorang penduduk Athena yang kaya.
Masa Socrates bertepatan dengan masa kaum sofis. Karena itu pokok pembahasan filsafat Socrates hampir sama dengan pokok pembahasan kaum sofis. Sebab itu ada orang yang memasukkan Socrates kedalam golongan kaum sofis. Tetapi ini tidak betul, karena ada perbedaan yang nyata antara pendapat Socrates dan pendapat kaum sofis itu.
Tetapi dengan sekuat tenaga Socrates menentang ajaran para sofis. Ia membela yang benar dan yang baik sebagai nilai obyektif yang harus diterima dan dijunjung tinggi oleh semua orang. Dalam sejarah umat manusia, Socrates merupakan contoh istimewa dan selaku filosof yang jujur juga berani.
Di masa mudanya Socrates mendapat pendidikan normal di bidang sains, musik dan gimnastik. Semua ini merupakan subyek pelajaran yang berlaku umum dalam periode Yunani klasik. Ia dikenal juga sebagai pematung dan katanya beberapa karyanya pernah ditampilkan di salah satu tempat di jalan menuju ke Acropolis di Athena.
Ajaran bahwa semua kebenaran itu relative dari kaum sofis telah menggoyahkan teori – teori sains yang telah mapan, mengguncangkan keyakinan agama. Ini menyebabkan kebingungan dan kekacauan dalam kehidupan. Inilah sebabnya Socrates harus bangkit. Ia harus meyakinkan orang Athena bahwa tidak semua kebenaran itu relatif, ada kebenaran umum yang dapat dipegang oleh semua orang. Sebagaian kebenaran memang relatif, tetapi tidak semuanya. Sayangnya, Socrates tidak meninggalkan tulisan. Ajarannya kita peroleh dari tulian murid – muridnya terutama Plato.
Bartens menjelaskan ajaran Socrates sebagai berikut ini. Ajaran itu dutujukan untuk menentang ajaran relativisme sofis. Ia ingin menegakkan sains dan agama. Kalau dipandang sepintas lalu, Socrates tidaklah banyak berbeda dengan orang – orang sofis. Sama dengan orang sofis, Socrates memulai filsafatnya dengan bertolak dari pengalaman sehari – hari. Akan tetapi, ada perbedaan yang amat penting antara orang sofis dan Socrates. Socrates tidak menyetujui kaum sofis.
Menurut pendapat Socrates ada kebenaran obyektif, yang tidak bergantung pada saya atau pada kita. Ini memang pusat permasalahan yang dihadapi oleh Socrates. Untuk membuktikan adanya kebenaran obyektif, Socrates menggunakan metode tertentu. Metode itu bersifat praktis dan dijalankan melalui percakapan – percakapan. Ia menganalisis pendapat – pendapat. Setiap orang mempunyai pendapat mengenai salah dan tidak salah, misalnya ia bertanya kepada negarawan, hakim, tukang, pedagang, dsb. Menurut Xenophon, ia bertanya tentang salah dan tidak salah, adil dan tidak adil, berani dan pengecut dll. Socrates selalu menganggap jawaban pertama sebagai hipotesis, dan dengan jawaban – jawaban lebih lanjut dan menarik kensekuensi – konsekuensi yang dapat disimpulkan dari jawaban – jawaban tersebut. Jika ternyata hipotesis pertama tidak dapat dipertahankan, karena menghasilkan konsekuensi yang mustahil, maka hipotesis itu diganti dengan hipotesis lain, lalu hipotesis kedua ini diselidiki dengan jawaban – jawaban lain, dan begitulah seterusnya. Sering terjadi percakapan itu berakhir dengan aporia ( kebingungan ). Akan tetapi, tidak jarang dialog itu menghasilkan suatu definisi yang dianggap berguna. Metode yang biasa digunakan Socrates biasanya disebut dialektika yang berarti bercakap – cakap atau berdialog. Metode Socrates dinamakan diaelektika karena dialog mempunyai peranan penting didalamnya.
Bagi kita yang sudah biasa membentuk dan menggunakan definisi barang kali merasakan definisi itu bukan sesuatu yang amat penting, jadi bukan suatu penenmuan yang berharga. Akan tetapi, bagi Socrates pada waktu itu penemuan definisi bukanlah hal yang kecil maknanya, penemuan inilah yang akan dihantamkannya kepada relatifisme kaum sofis.
Orang sofis beranggapan bahwa semua pengetahuan adalah relatif kebenarannya, tidak ada pengetahuan yang bersifat umum. Dengan definisi itu Socrates dapat membuktikan kepada orang sofis bahwa pengatahuan yang umum ada, yaitu definisi itu. Jadi, orang sofis tidak seluruhnya benar, yang benar ialah sebagian pengetahuan bersifat umum dan sebagian bersifat khusus, yang khusus itulah pengetahuan yang kebenaranya relatif. Misalnya contoh ini : Apakah kursi itu ? kita periksa seluruh, kalau bisa seluruh kursi yang ada didunia ini. Kita menemukan kursi hakim ada tempat duduk dan sandaran, kakinya empat, dari bahan jati. Lihat kursi malas, ada tempat duduk dan sandaran, kakinya dua, dari besi anti karat begitulah seterusnya. Jadi kita ambil kesimpulan bahwa setiap kursi itu selalu ada tempat duduk dan sandaran. Kedua ciri ini terdapat pada semua kursi. Sedangkan cirri yang lain tidak dimilki semua kursi. Maka, semua orang akan sepakat bahwa kursi adalah tempat duduk yang bersandaran. Berarti ini merupakan kebenaran obyektif – umum, tidak subyektif – relative. Tentang jumlah kaki, bahan, dsb. Merupakan kebenaran yang relatif. Jadi, memang ada pengetahuan yang umum, itulah definisi.
Dengan mengajukan definisi itu Socrates telah dapat “ menghentikan ” laju dominasi relatifisme kaum sofis. Jadi, kita bukan hidup tanpa pegangan, kebenaran sains dan agama dapat dipegang bersama sebagainya, diperselisihkan sebagainya. Dan orang Athena mulai kembali memegang kaidah sains dan kaidah agama mereka.
Socrates mengatakan kebenaran umum itu memang ada. Ia bukan dicari dengan induksi seperti pada Socrates, melainkan telah ada “ disana ” dialam idea. Kubu Socrates semakin kuat, orang sofis sudah semakin kehabisan pengikut. Ajaran behwa kebenaran itu relatif semakin ditinggalkan, semakin tidak laku, orang sofis kalap,
Pencerahan dari Socrates yang dilakukan secara ekstensif serta sikapnya yang berprinsip jadinya dianggap mengganggu oleh negara Yunani yang kemudian menangkapnya pada tahun 399 s.M. Yang menjadi pendakwanya adalah Meletus (seorang penyair), Anytus (politisi) dan Lycon (orator). Tuduhannya adalah: Socrates telah bersalah karena tidak mengakui dewa-dewa kota, mengakui adanya sembahan lain dan mencoba memperkenalkan kekuasaan lain. Ia juga telah merusak generasi muda.
Menurut penuturan Plato, Socrates menolak memberikan argumentasi rhetorikal untuk membela dirinya dan menggunakan cara yang lebih santun. Menurut apologi Plato, ia mengawali pembelaan dirinya dengan kata-kata berikut: Kalau begitu aku harus mengajukan pembelaan diri dan mencoba menjernihkan fitnah yang sudah berlangsung lama atas diriku. . . Dan dengan menyerahkan segala sesuatu kepada Tuhan, sesuai dengan kepatuhan kepada hukum, aku sekarang akan mengajukan pembelaan diriku.
Sebenarnya ia mempunyai kesempatan untuk mendapatkan hukuman yang lebih ringan tetapi ia menolak dan lebih mempertahankan pendapatnya. Ia sepertinya mengabaikan kedatangan maut dan bahkan menyatakan bahwa ia akan pergi ke suatu tempat yang lebih baik. Ia kemudian divonis mati dan setelah beberapa hari di penjara, ia dipaksa meminum racun yang membawa kematiannya
Plato dalam karyanya Symposium mencoba merekam pemikiran-pemikiran Alcibiades, seorang politisi kaya di Athena, dan reaksi yang bersangkutan saat mendengar dakwah Socrates sebagai berikut: Ketika aku mendengarkan dirinya, hatiku berdegup keras . . . sepertinya kalut . . . kesurupan . . . dan air mata meleleh mendengar apa yang dikatakannya. Aku bisa melihat bahwa orang-orang lain juga merasakan dampak yang sama. Aku pernah mendengar Pericles bicara. Aku pernah mendengar orator-orator yang baik lainnya tetapi mereka tidak ada yang menimbulkan efek seperti halnya ini. Mendengar mereka itu aku tidak merasa jiwaku kalut atau merasa bahwa aku ini hanyalah debu belaka.
Alcibiades disini sedang menceritakan interaksi dirinya dengan seseorang yang unik, bukan seorang politisi, bukan seorang egoist, tetapi seseorang yang memiliki keyakinan dan indra yang kuat tentang baik dan buruk, salah dan benar, dan ia mampu menggugah pendengarnya sebagaimana yang hanya bisa dilakukan oleh seorang nabi Tuhan. Bahkan Plato menyebut Socrates sebagai “orang yang paling adil di zamannya”
Sedangkan tentang mengenal diri Socrates menjadikan pedoman seperti pada pepatah yang berbunyi : “ kenalilah dirimu dengan dirimu sendiri ” ( Gnothisauton ). Pepatah ini dijadikan oleh Socrates jadi pokok filsafatnya. Socrates berkata : manusia hendaknya mengenaldiri dengan dirinya sendiri, jangan membahas yang diluar diri, hanya kembalilah kepada diri. Manusia selama ini mencari pengetahuan diluar diri. Kadang – kadang dicarinya pengetahuan itu didalam bumi, kadang – kadang diatas langit, kadang – kadang didalam air, kadang – kadang diudara. Alangkah baiknya kalau kita mencari pengetahuan itu pada diri sendiri. Dia memang tidak mengetahui dirinya, maka seharusnya dirinya itulah yang lebih dahulu dipelajarinya, nanti kalau dia telah selesai dari mempelajari dirinya, barulah dia berkisar mempelajari yang lain. Dan dia tidak akan selesai selama – lamanya dari mempelajari dirinya. Karena pada dirinya itu akan didapatnya segala sesuatu, dalam dirinya itu tersimpul alam yang luas ini.
DAFTAR PUSTAKA
- Jahja, Muchtar. 1962. Pokok – Pokok Filsafat Yunani, Jakarta : Widjaya.
- Solomon, Robert C. 1996. Sejarah Filsafat, New York : Yayasan Bentang Budaya.
- Suparlan Suhartono, 2007, Filsafat Pendidikan, Yogyakarta : Arruz Media
- Tafsir, Ahmad. 2003. Filsafat Umum, Bandung : PT Remaja Rosda Karya.
- The Liang Gie, 2004 , Pengantar Filsafat Ilmu, Yogyakarta : Penerbit Liberti
Ujian Nasional sebagai Standar Kompetensi Lulusan Siswa secara Nasional, Perlukah?
Indonesia sudah mengalami beberapa kali perombakan berkenaan dengan sistem yang digunakan dalam bidang pendidikan. Yang terakhir kurikulum yang digunakan dalam sistem pendidikan nasional disebut dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang secara substansi dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik. Kurikulum tingkat satuan pendidikan adalah kurikulum operasional yang disusun oleh tiap satuan pendidikan dengan memasukkan pendidikan berbasis budaya lokal. Hal ini menyebabkan adanya perbedaan kurikulum antara sekolah yang berada di wilayah A dengan sekolah yang berada di wilayah B. Karena karakteristik suatu wilayah pasti berbeda sesuai dengan topografi dan kondisi budayanya.
Dengan kondisi wilayah yang berbeda dan pembelajaran yang berbeda maka targetan akhir pembelajaran setiap sekolah seharusnya berbeda. Mata pelajaran yang berbasis budaya lokal menentukan strategi belajar yang sesuai dengan kebutuhan setiap siswa. Guru sebagai fasilitator pembelajaran harus menyesuaikan metode dan pendekatan pembelajaran sesuai dengan kondisi siswa. Indikator pencapaian pembelajaran disesuaikan pula dengan relevansinya kebutuhan hidup dan kepentingan daerah tersebut. Sehingga out put pembelajaran yang dihasilkan adalah lulusan yang dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan daerah tempat tinggalnya.
Untuk mengetahui ketuntasan belajar siswa, dilakukan penilaian secara sistematis. Dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan, penilaian dilakukan oleh pendidik secara berkesinambungan untuk memantau proses, kemajuan dan perbaikan hasil dalam bentuk ulangan harian, ujian tengah semester dan ujian akhir semester. Satuan pendidikan atau sekolah juga harus melakukan penilaian kepada siswa untuk menilai pencapaian Standar Kompetensi Lulusan (SKL) semua mata pelajaran melalui ujian sekolah. Namun selain penilaian dari kedua pihak tersebut adalagi penilaian yang dilakukan oleh pemerintah untuk menilai kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu kelompok mata pelajaran iptek melalui Ujian Nasional (UN).
Ujian Nasional Bukan Representasi Pencapaian Kompetensi Siswa
Pertanyaan yang boleh diajukan adalah perlukah ujian nasional dilakukan untuk mengetahui penguasaan kompetensi lulusan? Padahal guru dan sekolah sebagai pihak yang bertanggung jawab penuh dalam proses pembelajaran pun sudah melakukan penilaian yang menurut hemat saya sudah sangat representatif untuk mengetahui kompetensi siswa, bahkan hasilnya lebih valid dalam menggambarkan pencapaian belajar siswa karena dilakukan secara berkesinambungan dan disesuaikan dengan kurikulum sebagai perencanaan pembelajaran siswa.
Permasalahan lain yang timbul dalam pelaksanaan Ujian Nasional (UN) adalah banyaknya praktek kecurangan, mulai dari joki jawaban ujian sampai dengan mark up nilai ujian nasional. Tuntutan nilai ketuntasan minimum yang semakin tinggi adalah salah satu indikasi penyebab praktek kecurangan dalam ujian nasional. Nilai 6,5 adalah standar nilai minimum yang menurut saya pribadi terlalu tinggi untuk standar ujian nasional, jika dilihat dari kemampuan rata-rata siswa dalam menjawab soal. Realitas yang ada pencapaian hasil belajar siswa pada penilaian-penilaian yang sudah saya temui di lapangan secara murni pada siswa yang mempunyai kemampuan rata-rata hanya berkisar 40-50 persen. Bagaimana mungkin pemerintah yakin dengan meninggikan standar nilai minimum sampai dengan 6,5 dapat meningkatkan kualitas lulusan yang juga secara korelasi positif dapat meningkatkan human development index manusia Indonesia. Yang ada hanya semakin maraknya simulasi dalam dunia pendidikan Indonesia.
Kasus gugatan yang diajukan oleh Kristiono dan kawan-kawan terhadap presiden, wakil presiden, Menteri Pendidikan Nasional, serta Ketua BSNP, adalah satu contoh kasus dari permasalahan yang timbul dari ujian nasional. Mereka menilai pemerintah lalai dalam memenuhi kebutuhan hak asasi manusia di bidang pendidikan. Kalau kita analisis lebih lanjut kondisi di lapangan, ujian nasional memang banyak memberikan dampak negatif, baik terhadap siswa maupun pihak-pihak lain yang terkait. Bukan suatu rahasia lagi kalau ujian nasional dijadikan ajang kepentingan politik oleh pihak-pihak tertentu.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, pasal 66 menyebutkan bahwa ujian nasional adalah salah satu bentuk penilaian hasil belajar yang dilakukan oleh pemerintah, bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan teknologi. Hal ini sedikit berbeda dengan penilaian hasil belajar di perguruan tinggi, yang proses penilaiannya hanya dilakukan oleh pendidik dan satuan pendidikan (perguruan tinggi) yang bersangkutan. Jika pada perguruan tinggi saja penilaian bisa dilakukan oleh dosen dan perguruan tinggi yang bersangkutan saja, maka tidak akan ada masalah berarti jika saja ujian nasional dihapuskan, karena pada tingkatan perguruan tinggi pun penilaian yang dilakukan oleh pendidik dan perguruan tinggi yang bersangkutan sudah representatif untuk mengetahui penguasaan kompetensi lulusan.
Kalau pemerintah mengatakan bahwa hasil ujian nasional dijadikan sebagai salah satu pertimbangan dalam seleksi penerimaan mahasiswa di perguruan tinggi, maka hal itu bisa dinegasikan karena perguruan tinggi bisa melakukan penerimaan mahasiswa baru melalui seleksi ujian masuk perguruan tinggi. Penerimaan mahasiswa dengan jalur khusus pun masih bisa menggunakan nilai hasil ujian akhir sekolah dan raport, karena hasil ujian akhir sekolah dan raport juga sudah memenuhi standar kompetensi lulusan yang ditetapkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Artinya alasan apapun yang menjadi pertimbangan agar ujian nasional tetap digunakan sebagai alat penilaian hasil belajar atau sebagai alat untuk mengukur tingkat penguasaan kompetensi lulusan secara nasional bisa terbantahkan.
Untuk melakukan pemetaan mutu pendidikan secara nasional, pemerintah pusat bisa berkoordinasi dengan pemerintah daerah, karena satuan pendidikan (sekolah) biasanya melakukan pelaporan hasil belajar siswa secara berkala kepada dinas pendidikan yang menaungi sekolah tersebut. Selain itu pemerintah pusat punya badan khusus yang disebut dengan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) yaitu badan mandiri dan independen yang bertugas mengembangkan, memantau pelaksanaan, dan mengevaluasi standar nasional pendidikan. Standar nasional pendidikan yang ditetapkan BSNP yang terdiri dari standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan adalah acuan bersama satuan pendidikan dalam mengelola proses pembelajarannya.
Untuk mensinergiskan pencapaian minimal profesionalitas pendidikan mungkin keberadaan badan bagian dari pemerintah yang capable dalam memformulasikan standar minimal secara nasional seperti BSNP diakui sangat dibutuhkan. Namun formulasi yang dilakukan hendaknya secara konsep dan teori adalah sebagai acuan pelaksanaan pembelajaran oleh satuan pendidikan. Pelaksanaannya dikembalikan lagi ke satuan pendidikan, disesuaikan dengan sejauh mana pemerintah daerah tempat satuan pendidikan tersebut bernaung dalam memberikan dan meningkatkan fasilitas yang layak untuk proses pembelajaran.
Kondisi daerah yang berbeda pastinya memberikan pengaruh terhadap satuan pendidikan yang dinaunginya. Alhasil ini pun berdampak pada hasil belajar siswa yang berada di daerah tersebut. Ujian nasional dengan standar nilai minimal yang sama tidak memungkinkan digunakan karena kondisi tiap daerah tidak sama, ada yang pendapatan daerahnya tinggi sehingga fasilitas belajarnya lengkap dan menunjang pembelajaran siswa dan tidak dinafikan pula masih banyak daerah tertinggal di negeri ini yang tentunya hanya memenuhi kebutuhan fasilitas belajar satuan pendidikan di daerahnya seadanya atau bahkan jauh dari standar nasional yang sudah ditetapkan.
Masih jauh saya pikir masanya untuk menjadikan ujian nasional sebagai standar penguasaan kompetensi siswa dengan semua kondisi yang sudah kita lihat di lapangan. Masih banyak satuan pendidikan dan daerah yang belum siap dengan pemberlakuan standar nasional yang sama rata karena kondisinya yang berbeda-beda. Karenanya jangan kita korbankan siswa hanya untuk memenuhi egoisme kita dalam mencapai sesuatu yang belum semestinya, memaksa kita untuk berpura-pura buta dengan realita pendidikan yang ada saat ini. Semua yang ideal harus melalui proses. Mungkin ada baiknya jika selangkah demi selangkah kita perbaiki kondisi pendidikan di Indonesia. Pencapaian standar ketuntasan belajar siswa yang saat ini lebih memungkinkan diserahkan kepada pendidik dan satuan pendidikan yang bertanggung jawab penuh atas pelaksanaan pembelajaran siswanya adalah satu jawaban yang sangat realistis. Jika pembangunan daerah sudah merata dan fasilitas pembelajaran pun menunjang, perlahan demi perlahan sistem pendidikan kita akan menuju ke bentuk yang lebih sempurna yaitu pencapaian standar pendidikan yang merata secara nasional
Dengan kondisi wilayah yang berbeda dan pembelajaran yang berbeda maka targetan akhir pembelajaran setiap sekolah seharusnya berbeda. Mata pelajaran yang berbasis budaya lokal menentukan strategi belajar yang sesuai dengan kebutuhan setiap siswa. Guru sebagai fasilitator pembelajaran harus menyesuaikan metode dan pendekatan pembelajaran sesuai dengan kondisi siswa. Indikator pencapaian pembelajaran disesuaikan pula dengan relevansinya kebutuhan hidup dan kepentingan daerah tersebut. Sehingga out put pembelajaran yang dihasilkan adalah lulusan yang dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan daerah tempat tinggalnya.
Untuk mengetahui ketuntasan belajar siswa, dilakukan penilaian secara sistematis. Dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan, penilaian dilakukan oleh pendidik secara berkesinambungan untuk memantau proses, kemajuan dan perbaikan hasil dalam bentuk ulangan harian, ujian tengah semester dan ujian akhir semester. Satuan pendidikan atau sekolah juga harus melakukan penilaian kepada siswa untuk menilai pencapaian Standar Kompetensi Lulusan (SKL) semua mata pelajaran melalui ujian sekolah. Namun selain penilaian dari kedua pihak tersebut adalagi penilaian yang dilakukan oleh pemerintah untuk menilai kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu kelompok mata pelajaran iptek melalui Ujian Nasional (UN).
Ujian Nasional Bukan Representasi Pencapaian Kompetensi Siswa
Pertanyaan yang boleh diajukan adalah perlukah ujian nasional dilakukan untuk mengetahui penguasaan kompetensi lulusan? Padahal guru dan sekolah sebagai pihak yang bertanggung jawab penuh dalam proses pembelajaran pun sudah melakukan penilaian yang menurut hemat saya sudah sangat representatif untuk mengetahui kompetensi siswa, bahkan hasilnya lebih valid dalam menggambarkan pencapaian belajar siswa karena dilakukan secara berkesinambungan dan disesuaikan dengan kurikulum sebagai perencanaan pembelajaran siswa.
Permasalahan lain yang timbul dalam pelaksanaan Ujian Nasional (UN) adalah banyaknya praktek kecurangan, mulai dari joki jawaban ujian sampai dengan mark up nilai ujian nasional. Tuntutan nilai ketuntasan minimum yang semakin tinggi adalah salah satu indikasi penyebab praktek kecurangan dalam ujian nasional. Nilai 6,5 adalah standar nilai minimum yang menurut saya pribadi terlalu tinggi untuk standar ujian nasional, jika dilihat dari kemampuan rata-rata siswa dalam menjawab soal. Realitas yang ada pencapaian hasil belajar siswa pada penilaian-penilaian yang sudah saya temui di lapangan secara murni pada siswa yang mempunyai kemampuan rata-rata hanya berkisar 40-50 persen. Bagaimana mungkin pemerintah yakin dengan meninggikan standar nilai minimum sampai dengan 6,5 dapat meningkatkan kualitas lulusan yang juga secara korelasi positif dapat meningkatkan human development index manusia Indonesia. Yang ada hanya semakin maraknya simulasi dalam dunia pendidikan Indonesia.
Kasus gugatan yang diajukan oleh Kristiono dan kawan-kawan terhadap presiden, wakil presiden, Menteri Pendidikan Nasional, serta Ketua BSNP, adalah satu contoh kasus dari permasalahan yang timbul dari ujian nasional. Mereka menilai pemerintah lalai dalam memenuhi kebutuhan hak asasi manusia di bidang pendidikan. Kalau kita analisis lebih lanjut kondisi di lapangan, ujian nasional memang banyak memberikan dampak negatif, baik terhadap siswa maupun pihak-pihak lain yang terkait. Bukan suatu rahasia lagi kalau ujian nasional dijadikan ajang kepentingan politik oleh pihak-pihak tertentu.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, pasal 66 menyebutkan bahwa ujian nasional adalah salah satu bentuk penilaian hasil belajar yang dilakukan oleh pemerintah, bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan teknologi. Hal ini sedikit berbeda dengan penilaian hasil belajar di perguruan tinggi, yang proses penilaiannya hanya dilakukan oleh pendidik dan satuan pendidikan (perguruan tinggi) yang bersangkutan. Jika pada perguruan tinggi saja penilaian bisa dilakukan oleh dosen dan perguruan tinggi yang bersangkutan saja, maka tidak akan ada masalah berarti jika saja ujian nasional dihapuskan, karena pada tingkatan perguruan tinggi pun penilaian yang dilakukan oleh pendidik dan perguruan tinggi yang bersangkutan sudah representatif untuk mengetahui penguasaan kompetensi lulusan.
Kalau pemerintah mengatakan bahwa hasil ujian nasional dijadikan sebagai salah satu pertimbangan dalam seleksi penerimaan mahasiswa di perguruan tinggi, maka hal itu bisa dinegasikan karena perguruan tinggi bisa melakukan penerimaan mahasiswa baru melalui seleksi ujian masuk perguruan tinggi. Penerimaan mahasiswa dengan jalur khusus pun masih bisa menggunakan nilai hasil ujian akhir sekolah dan raport, karena hasil ujian akhir sekolah dan raport juga sudah memenuhi standar kompetensi lulusan yang ditetapkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Artinya alasan apapun yang menjadi pertimbangan agar ujian nasional tetap digunakan sebagai alat penilaian hasil belajar atau sebagai alat untuk mengukur tingkat penguasaan kompetensi lulusan secara nasional bisa terbantahkan.
Untuk melakukan pemetaan mutu pendidikan secara nasional, pemerintah pusat bisa berkoordinasi dengan pemerintah daerah, karena satuan pendidikan (sekolah) biasanya melakukan pelaporan hasil belajar siswa secara berkala kepada dinas pendidikan yang menaungi sekolah tersebut. Selain itu pemerintah pusat punya badan khusus yang disebut dengan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) yaitu badan mandiri dan independen yang bertugas mengembangkan, memantau pelaksanaan, dan mengevaluasi standar nasional pendidikan. Standar nasional pendidikan yang ditetapkan BSNP yang terdiri dari standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan adalah acuan bersama satuan pendidikan dalam mengelola proses pembelajarannya.
Untuk mensinergiskan pencapaian minimal profesionalitas pendidikan mungkin keberadaan badan bagian dari pemerintah yang capable dalam memformulasikan standar minimal secara nasional seperti BSNP diakui sangat dibutuhkan. Namun formulasi yang dilakukan hendaknya secara konsep dan teori adalah sebagai acuan pelaksanaan pembelajaran oleh satuan pendidikan. Pelaksanaannya dikembalikan lagi ke satuan pendidikan, disesuaikan dengan sejauh mana pemerintah daerah tempat satuan pendidikan tersebut bernaung dalam memberikan dan meningkatkan fasilitas yang layak untuk proses pembelajaran.
Kondisi daerah yang berbeda pastinya memberikan pengaruh terhadap satuan pendidikan yang dinaunginya. Alhasil ini pun berdampak pada hasil belajar siswa yang berada di daerah tersebut. Ujian nasional dengan standar nilai minimal yang sama tidak memungkinkan digunakan karena kondisi tiap daerah tidak sama, ada yang pendapatan daerahnya tinggi sehingga fasilitas belajarnya lengkap dan menunjang pembelajaran siswa dan tidak dinafikan pula masih banyak daerah tertinggal di negeri ini yang tentunya hanya memenuhi kebutuhan fasilitas belajar satuan pendidikan di daerahnya seadanya atau bahkan jauh dari standar nasional yang sudah ditetapkan.
Masih jauh saya pikir masanya untuk menjadikan ujian nasional sebagai standar penguasaan kompetensi siswa dengan semua kondisi yang sudah kita lihat di lapangan. Masih banyak satuan pendidikan dan daerah yang belum siap dengan pemberlakuan standar nasional yang sama rata karena kondisinya yang berbeda-beda. Karenanya jangan kita korbankan siswa hanya untuk memenuhi egoisme kita dalam mencapai sesuatu yang belum semestinya, memaksa kita untuk berpura-pura buta dengan realita pendidikan yang ada saat ini. Semua yang ideal harus melalui proses. Mungkin ada baiknya jika selangkah demi selangkah kita perbaiki kondisi pendidikan di Indonesia. Pencapaian standar ketuntasan belajar siswa yang saat ini lebih memungkinkan diserahkan kepada pendidik dan satuan pendidikan yang bertanggung jawab penuh atas pelaksanaan pembelajaran siswanya adalah satu jawaban yang sangat realistis. Jika pembangunan daerah sudah merata dan fasilitas pembelajaran pun menunjang, perlahan demi perlahan sistem pendidikan kita akan menuju ke bentuk yang lebih sempurna yaitu pencapaian standar pendidikan yang merata secara nasional
Selasa, 29 Desember 2009
PANGLIMA ITU ADALAH SEBUAH KATA
A.Arti Panglima
Kita banyak mengenal panglima. Ada Panglima jendral sudirman, Panglima Polim, dan lain-lain. Kata panglima selalu mengacu kepada seorang tokoh pemimpin yang dihormati dan disegani.
Menurut Kamus Praktis Moderen Bahasa Indonesia, Panglima adalah hulubalang (raja) tentara, pasukan. Atau bisa juga dikatakan Panglima adalah pemimpin sebuah pasukan tentara Dalam kemeliteran jabatan panglima adalah orang yang mempunyai jabatan tertinggi. Misalnya Panglima Besar Jendral Soeharto, Panglima Besar Bambang Danuri, Panglima Besar Susuilo Bambang Yudhoyono. Gelar ini diberikan kepada orang-orang yang pernah berjasa dan pernah menjadi pimpinan tertinggi dalam satu keresimenan.
Dalam hal kebudayaan arti panglima juga mengacu kepada kepemimpinan seorang tokoh yang dihormati, kita mengenal adanya panglima Hang tuah, Hang Jebad, panglima Tuanku Tambusai dari daerah Riau. Panglima laut dari Aceh, bahkan yang mungkin paling terkenal adalah panglima Jendral NagaBonar seorang tokoh dari Sumatera Utara (yang sebenarnya adalah tokoh yang tidak nyata).
Namun pada kehidupan budaya melayu dikenal juga sebuah istilah “Bahasa adalah panglima kedamaian”, hal ini tidak mengacu kepada seorang tokoh. Namun makna yang terkandung dalam kata ini adalah bahwa bahasa yang baik akan memberikan kedamaian kehidupan masyarakat. Dalam hal ini ternyata panglima tidak hanya dibatasi dalam arti figur ansich, tapi dapat juga dimaknai sebagai hal utama yang menjadikan.
Sebuah arti yang berbeda dari panglima dapat kita lihat pada sebuah berita di Kompas yang membahas kebijakan pemerintah yang menempatkan pembangunan ekonomi sebagai panglima. Hal ini mengacu pada arti sesuatu yang ditempatkan paling utama dan menjadi garda terdepan yang dapat mempengaruhi.
B. Kata Adalah Permaknaan Dari Sebuah Simbol
Kata – kata selalu memaknakan simbol-simbol yang ada pada suatu benda, peristiwa dan kejadian yang ada di seluruh jagad raya ini. Tanpa kata suatu benda, peristiwa dan kejadian tidak akan bermakna. Misalnya jika saya menyebut kata pena, pasti kita akan mengenal itu adalah sebuah alat tulis. Atau pena dapat kita maknai juga dengan kata kepintaran dan pengetahuan. Atau sebaliknya jika kita melihat bentuk pena, pasti kita dapat memaknai simbol ini dengan kata alat tulis, kepintaran dan pengetahuan.
Peranan kata dalam memaknai simbol tentu tidak dapat kita pungkiri dalam kehidupan ini. Kata “putih dan cantik” pada sebuah iklan sabun dapat merubah persepsi wanita mengenai kulit yang tercantik adalah kulit yang putih. Semua para wanita berlomba-lomba untuk memutihkan kulit. Pada sebuah iklan sebuah departemen pemerintahan, mereka menyimbolkan departemennya dengan semut hitam yang rajin, padahal dari kinerja kerjanya kita mengetahui banyak kecurangan dan kejanggalan didalamnya. Tapi inilah permainan simbol, yang terkadang kita lebih mementingkan simbol yang terbangun daripada makna hakiki yang ada. Disinilah simbol lebih penting dari pada isi yang bermakna.
Saya sangat tertarik pada sebuah diskusi di TV Jogja tentang budaya simbol, seorang pakar budaya yang juga dosen budaya di Universitas Gajah Mada mengatakan “Produksi simbol sebenarnya lahir dari masyarakat yang kuat kultur feodalnya, masyarakat yang gila gelar dan masyarakat yang menyukai baju kebesaran. Dari sinilah simbol mendapat arti yang penting musti dibayar”. Hal ini merupakan jawaban mengapa bangsa Indonesia sangat menyukai simbol dan juga merupakan jawaban dari mengapa dunia ini banyak peperangan pada kata-kata hanya untuk mendapatkan simbol baju kerajaan “paling terhebat”. Amerika memberikan simbol negaranya sebagai “Negara Adikuasa” yang ingin mendapat simbol pengakuan pada dunia bahwa mereka adalah negara terkuat.
Kata sebagai permaknaan simbol membawa arti kepada sebagai bahasa dialog yang melukiskan dunia secara lengkap. Bagaimana kata (yang merupakan bagian penyusun dari kalimat dan bahasa) dipakai untuk melukiskan pemikiran dan mengajak orang-orang kedalam pemikiran tersebut. Misalnya pada kata yang sering kita dengar seperti “Sience is the Power in the World”, telah memberikan pemaknaan bahwa yang paling terpenting di dunia ini adalah sience. Hal ini merubah dunia pada kegilaan terhadap sience, yang paling berkuasa adalah yang menguasai sience. Kata merubah paradigma masyarakat, penguasaan sience adalah hal yang utama dibandingkan hal lain termasuk agama dan moralitas.
Kata “Knowledge is Power” telah menjadikan perubahan pandangan dan corak manusia. Bagaimana sebuah pengetahuan dapat meramalkan kejadian didunia ini, malah sebagian manusia telah mendewakan pengetahuan dan menjadikan pengetahuannya menjadi Tuhan-tuhan mereka dan menyingkirkan Tuhan sebenarnya.
Kata “Time is Money”. Yang selalu dipakai oleh pedagang memberikan makna bahwa waktu itu sangat berharga untuk memperoleh uang. Uang adalah hal yang utama dalam penggunaan waktu. Setiap kehidupan yang menggunakan waktu adalah untuk memperoleh uang.
Dalam pepatah Islam juga ada kata yang menyimbolkan tentang waktu “Waktu itu seperti Pedang” dalam hal ini pemaknaan yang lebih arif terkandung dalam kata ini, yaitu setiap manusia harus menggunakana waktunya dengan sebaik mungkin, pedang dalam hal bukan berarti pedang dalam makna sebenarnya, tapi memberikan simbol benda yang tajam jika kita tidak menggunakan waktu sebaik-baiknya maka waktu akan melukai kita.
Sebuah kata “No God, No Problem” menggelitik saya untuk memikirkan makna Tuhan. Apa benar Tuhan hanyalah sebuah juga sebuah simbol. Proses berpikir saya lakukan setelah mendengar kata ini, kenapa saya selama ini begitu yakin akan adanya Tuhan. Padahal Tuhan yang selama ini saya yakini itu tampak dan nyata.
Dalam kata ini mengandung permaknaan Eksitensi Tuhan yang tidak terlalu dipermasalahkan pada zaman sekarang. Tuhan tersaingi oleh ilmu pengetahuan yang telah menyediakan banyak fasilitas untuk kehidupan manusia pada saat ini. Kita tentu tidak dapat menafikan bahwa kata ini telah mempengaruhi pemikiran masyarakat. Terutama pada negara-negara yang siencetis sebagai hal yang utama dalam kehidupan. Wajar kalau slogan “No God, No Problem”. ini sangat tenar dinegara-negara maju. Dan bakalan mewabah dimasyarakat berkembang yang menjadikan negara-negara maju sebagai trendsetter kehidupan.
Tuhan pada masyarakat modern hanyalah dijadikan hanya sebagai formalitas simbol kekuatan. Jadi wajar kalau kata “No God, No Problem” sebagai simbol ketidak butuhan manusia terhadap Tuhan. Yang dijadikan Tuhan adalah simbol kekuatan yang dapat menguasai manusia. Penyimbolan Tuhan bukan pada tempatnya bukanlah hal yang baik menurut saya, dimana akan membentuk suatu masyarakat yang tidak mempunyai batasan yang dapat dijadikan suatu garis haluan untuk menjalani kehidupan ini. Jadi suatu tugas berat bagi kita yang mengakui adanya Tuhan untuk membendung pengaruh ini.
Tidak hanya itu, tradisi keber-agamaan yang berwatak genealogis atau berdasarkan keturunan telah memerangkap kita dalam suatu pemikiran yang terpaku pada keyakinan dari aba ana (keturunan) semata, bukan pada suatu kesadaran pada pemikiran tentang keberadaan Tuhan yang ada dibumi ini yang dapat di pikirkan secara ilmiah, ternyata juga telah membuat suatu simbol kepada Tuhan. Keberadaan Tuhan hanyalah pada teks kitab suci semata dan hanyalah ritualitas yang harus dikerjakan. Tuhan hanya ada ternyata hanya simbol pada sebatas yang harus diyakini dan harus diataati, ini menjadikan Tuhan dalam tidak dalam bentuk yang nyata. Tentu kita bingung jika dikatakan dimana Tuhanmu? Apakah dihatimu, atau dekat urat nadimu, suatu jawaban yang selalu di gunakan untuk menjawab tentang keberadaan Tuhan.. Harun Yahya seorang ilmuwan muslim telah mencoba hal ini, mendekatkan keberadaan Tuhan pada ilmu keilmiahan. Untuk menjawab ternyata Tuhan itu “ada”. Bagaimana dengan kata-kata dari pemikirannya dapat menggoyahkan teori Charles Darwin dan membuktikan kebesaran dan keberadaan Tuhan.
C. Penutup
Dari penjabaran diatas dapat diketahui, bagaimana besarnya pengaruh kata untuk membentuk suatu pemikiran dan pemikiran ini membentuk suatu opini pada masyarakat dan akhirnya yang merubah paradigma dan pola kehidupan masyarakat.
Makna tidak neniliki kekayaan apa-apa dalam bahasan dan perenungan tanpa adanya bantuan pemikiran yang bersumber dari teori-teori dan penemuan ilmiah. Analisis bahasa mengandung tiga aspek penting, yaitu (1) celah terbuka antara tand (simbol) dan pemikiran, atau antara pembicaraan dan pandangan, karena selamanya membicarakan sesuatu yang tidak tampak atau kita menggunakan simbol yang tidak menunjukkan identitas dirinya, tapi menunjukkan identitas yang lain. (2) Bahwa tidak mungkin ada sebuah pemikiran tanpa suatu sistem bahasa dan system tanda (simbol). Untuk itu kosa kata menciptakan suatu makna tertentu. (3) Bahwa tidak ada pemikiran tanpa gambaran-gambaran dan analogi-analogi, atau tidak ada pemikiran tanpa aspek imajinasi simbolik.
Peperangan pemikiran lewat kata yang yang bersumber dari teori-teori dan penemuan ilmiah akan menjadi trendster peperangan peradaban zaman kedepan. Maka wajar kalau Sebuah kata menjadi sebuah pimpinan (panglima) tertinggi dalam dunia ini. Siapa yang dapat mempengaruhi dialah yang akan menjadi penguasa. Untuk itu kita harus mempersiapkan diri untuk melawan peperangan ini.
Perlu upaya dari kita (umat yang beragama) untuk memikirkan ini. Kita tidak hanya terpaku hanya pada ritualitas Ketuhanan belaka. Tapi kita juga harus menerapkan merefleksikan Tuhan dalam kehidupan sehari-hari dan pengetahuan. Bagaimana menjadikan image bahwa kaum beragama bukanlah kaum tradisional atau kaum tribal. Bgaiaman sebuah upaya yang telah di rintis oleh Tentu bukanlah suatu pekerjaan yang mudah. Tapi ini adalah tantangan kedepan untuk kita
Wallahu a’llam bi sawab
Hanya Allah yang mengetahui semuanya.
Daftar Pustaka
- Ali Harb, 2006. Relativitas Kebenaran. Yogyakarta : IRCiSoD
- Tafsir, Ahmad, 2000. Filsafat Umum: Akal dan Hati sejak Thales sampa Capra. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
- Delgaaauww Bernad alih bahasa Soejono Soemargono, 2001 , Filsafat Abad 20 ; Yogyakarta : PT. Tiara Wacana Yogya
Rabu, 16 Desember 2009
PARADE HAWA NAFSU
Malam minggu malam yang panjang
Malam kemaksiatan yang melenakan.
Pria hidung belang yang makan kuliahan datang menyampiri bunga yang tak perawan yang makan kuliahan
Dirumah bordir yang makan kuliahan,
Pintu ditutup…
Malam pun berlalu desah nafas nafsu dengan praktek ajaran kuliahan para syaitan
Esok hari bangun dengan baju yang tidak beraturan, mungkin itulah yang diajarkan para syaitan
Dijalanan, parade koteka modern berseliweran
Jalanan menjadi stage modeling kaum primitif diera modern
menunjukan payudara yang berbagai ukuran, 34, 36,38,bahkan ada 40
weihh…weihhh…weihhhh…
Belum lagi paha-paha yang sengaja dipajangkan..
Sekilas seperti paha ayam, paha kambing, paha sapi yang siap saji untuk dimakan
Tuk yang masih permulaan gadis dan jejaka hanyalah berada ditampat yang terang
Hanya tertawa sambil makan dan minum
Menggoda seadanya, pegangan tangan selintas saja
Karena masih malu pada mata-mata disekitarnya…
Tuk yang tingkat menengah lampu temaram jadi tujuan
Makan, minum dan tawa diiringi godaan yang terbalur untuk mengajak kepraktek perkuliahn para syaitan
Pegangan tangan telah menjalar kepersimpangan tiga yang terlarang
Desahan nafas berlomba dari dua lips yang bertautan
Eits.. tapi untuk yang satu itu mereka masih malu tuk melakuan
Tuk tingkat yang lanjut, tempat para juara perkuliahan para syaitan
Yang mendapat nilai A disetiap perkuliahan
Tempat-tempat gelap telah menjadi peta didalam pikiran
Walaupun tidak ada lampu menyinari, pada batu dan lumpur, tidak akan tersandung.
Karena telah menjadi peta konkrit dalam kepala.
Untuk yang lanjutan jangan ditanya…
Aku malu tuk mengatakannya…
Tahu sendiri ya….
Jogja… jogja…
Jogjaku.. Jogjamu.. Jogja kita semua
Tempat menimba ilmu
Tempat parawisata
Tempat parade hawa nafsu
Jogja…
Kota pelajar
Kota wisata
Kota para kaum hawa…
To Jogjaku dimalam minggu : beberapa realita yang tidak mewakili semua kehidupan, tapi sangat menyedihkan
Malam kemaksiatan yang melenakan.
Pria hidung belang yang makan kuliahan datang menyampiri bunga yang tak perawan yang makan kuliahan
Dirumah bordir yang makan kuliahan,
Pintu ditutup…
Malam pun berlalu desah nafas nafsu dengan praktek ajaran kuliahan para syaitan
Esok hari bangun dengan baju yang tidak beraturan, mungkin itulah yang diajarkan para syaitan
Dijalanan, parade koteka modern berseliweran
Jalanan menjadi stage modeling kaum primitif diera modern
menunjukan payudara yang berbagai ukuran, 34, 36,38,bahkan ada 40
weihh…weihhh…weihhhh…
Belum lagi paha-paha yang sengaja dipajangkan..
Sekilas seperti paha ayam, paha kambing, paha sapi yang siap saji untuk dimakan
Tuk yang masih permulaan gadis dan jejaka hanyalah berada ditampat yang terang
Hanya tertawa sambil makan dan minum
Menggoda seadanya, pegangan tangan selintas saja
Karena masih malu pada mata-mata disekitarnya…
Tuk yang tingkat menengah lampu temaram jadi tujuan
Makan, minum dan tawa diiringi godaan yang terbalur untuk mengajak kepraktek perkuliahn para syaitan
Pegangan tangan telah menjalar kepersimpangan tiga yang terlarang
Desahan nafas berlomba dari dua lips yang bertautan
Eits.. tapi untuk yang satu itu mereka masih malu tuk melakuan
Tuk tingkat yang lanjut, tempat para juara perkuliahan para syaitan
Yang mendapat nilai A disetiap perkuliahan
Tempat-tempat gelap telah menjadi peta didalam pikiran
Walaupun tidak ada lampu menyinari, pada batu dan lumpur, tidak akan tersandung.
Karena telah menjadi peta konkrit dalam kepala.
Untuk yang lanjutan jangan ditanya…
Aku malu tuk mengatakannya…
Tahu sendiri ya….
Jogja… jogja…
Jogjaku.. Jogjamu.. Jogja kita semua
Tempat menimba ilmu
Tempat parawisata
Tempat parade hawa nafsu
Jogja…
Kota pelajar
Kota wisata
Kota para kaum hawa…
To Jogjaku dimalam minggu : beberapa realita yang tidak mewakili semua kehidupan, tapi sangat menyedihkan
TUK SIMINCE DIPERSIMPANGAN EMPAT MIROTA
Min…
Simanusia yang tidak berwarna Hawa ataukah adam
Penciptaan arjuna dan srikandi menyatu pada jiwa yang terperangkap dalam tubuh yang bersifat fatamorgana
Bentuk arjuna dan jiwa srikandi membimbangkan min tuk berperan seperti apa pada lakon pewayangannya didunia ini..
Lakon pewayangan kehidupan telah menyingkirkanmu min..
Karena penonton hanyalah tahu
Arjuna adalah arjuna
Srikandi adalah srikandi..
Mereka tidak tahu ada makhluk berbentuk arjuna berjiwa srikandi pada pewayangan kehidupan ini
Dan penonton tidak menyukai hal ini.
Makanya Min ….
Setiap engkau hadir engkau akan dilempar oleh berjuta caci, maki, dan hina
Min..
Engkau hanyalah satu diantara banyak arjuna berjiwa srikandi itu…
Ada berpuluh, beratus, beribu atau berjuta orang sepertimu terjepit pada ruang yang tidak dapat membuat kaummu menggeliat sedikitpun..
Min…
Ketika kau mengugat kehidupanmu, aku terpana pada tetesan air mata yang terlalu egois ku tahan tuk tidak turun membanjiri wajah ini
Terlalu kejam ternyata pembuangan lakonmu.
Membuatmu tidak mempunyai makna sdikitpun
Min..
Andaikan engkau tahu, aku selama ini juga bagian dari penonton yang selalu berusaha menyingkirkan kau dari pewayangan kehidupan ini
Karena bagiku lakon kaummu hanyalah kaum malam yang tampil dengan kecrekan menggoda para pria
Menjajakan hawa nafsu..
Yang menjijikkan tuk kulihat dan bosan tuk dilihat
Hingga aku ingin menyingkirkannya
Sampai kita bertemu min…
Hmmm…
Andaikan arjuna berjiwa srikandi itu semua sepertimu ..
NB : tuk teman-temanku yang berjiwa adam dan hawa... Mari tunjukkan dengan karya nyata, kalau kamu juga manusia yang patut mendapatkan tempat dimasyarakat
Simanusia yang tidak berwarna Hawa ataukah adam
Penciptaan arjuna dan srikandi menyatu pada jiwa yang terperangkap dalam tubuh yang bersifat fatamorgana
Bentuk arjuna dan jiwa srikandi membimbangkan min tuk berperan seperti apa pada lakon pewayangannya didunia ini..
Lakon pewayangan kehidupan telah menyingkirkanmu min..
Karena penonton hanyalah tahu
Arjuna adalah arjuna
Srikandi adalah srikandi..
Mereka tidak tahu ada makhluk berbentuk arjuna berjiwa srikandi pada pewayangan kehidupan ini
Dan penonton tidak menyukai hal ini.
Makanya Min ….
Setiap engkau hadir engkau akan dilempar oleh berjuta caci, maki, dan hina
Min..
Engkau hanyalah satu diantara banyak arjuna berjiwa srikandi itu…
Ada berpuluh, beratus, beribu atau berjuta orang sepertimu terjepit pada ruang yang tidak dapat membuat kaummu menggeliat sedikitpun..
Min…
Ketika kau mengugat kehidupanmu, aku terpana pada tetesan air mata yang terlalu egois ku tahan tuk tidak turun membanjiri wajah ini
Terlalu kejam ternyata pembuangan lakonmu.
Membuatmu tidak mempunyai makna sdikitpun
Min..
Andaikan engkau tahu, aku selama ini juga bagian dari penonton yang selalu berusaha menyingkirkan kau dari pewayangan kehidupan ini
Karena bagiku lakon kaummu hanyalah kaum malam yang tampil dengan kecrekan menggoda para pria
Menjajakan hawa nafsu..
Yang menjijikkan tuk kulihat dan bosan tuk dilihat
Hingga aku ingin menyingkirkannya
Sampai kita bertemu min…
Hmmm…
Andaikan arjuna berjiwa srikandi itu semua sepertimu ..
NB : tuk teman-temanku yang berjiwa adam dan hawa... Mari tunjukkan dengan karya nyata, kalau kamu juga manusia yang patut mendapatkan tempat dimasyarakat
Rabu, 09 Desember 2009
AWAL DAN AKHIR
Ketika awal adam diciptakan
Ini akhir kehidupan syaitan disurga
Ketika awal hawa di ciptakan
Ini akhir kehidupan adam disurga
Ketika akhir kehidupan adam dan hawa disurga
Ini awal kehidupan manusia dibumi
Ketika awal kehidupan manusia didunia
Ini adalah akhir kehidupan dialam rahim ibumu
Ketika awal kematian manusia
Ini adalah akhir kehidupan manusia didunia
Ketika akhir kehidupan manusia dunia
Ini adalah awal untuk kehidupan manusia di akhirat
Ketika awal terbitnya mentari
Ini adalah akhir dari sang malam
Ketika awal datangnya musim penghujan
Ini adalah akhir musim panas
Bukankah selalu ada awal dan akhir pada sudut kehidupan
Dapatkah kau mengatakan mana awal dan mana akhir?
Abu Nawas menjadi gila ketika dia ditanya
mana awalan hidup ayam atau telur?
Kuburan dan tempat – tempat suci didatangkanya untuk mencari ilham yang bermain petak umpet padanya
Dengan pikiran gilanya akhirnya Abu Nawas menjawab dengan gila
Yang pasti aku tidak ingin gila sepertinya
Bukankah kehidupan adalah sebuah cerita?
Yang dimulai dari sebuah judul yang menyiratkkan makna cerita
Inilah awal kehidupan kita Dengan sebuah judul “penciptaan semesta dan isinya”
Sampai pada sebuah babak-babak cerita kehidupan seperti sinetron “Cinta Fitri” yang bersambung
Selalu ada awal yang akan menciptakan akhir dan akhir yang menciptakan awal
Bisakah kau katakan pada sinetron itu ini mana akhir babak 4 atau awal babak 5?
Keduanya mempunyai makna yang sama tapi dalam dimensi yang berbeda
Awal dan akhir tidak akan ada
Pada dimensi yang tidak lagi dapat berubah
Jika dimensi dapat berubah-ubah maka awal dan akhir tetap tergantung ruang dan waktu
Ini akhir kehidupan syaitan disurga
Ketika awal hawa di ciptakan
Ini akhir kehidupan adam disurga
Ketika akhir kehidupan adam dan hawa disurga
Ini awal kehidupan manusia dibumi
Ketika awal kehidupan manusia didunia
Ini adalah akhir kehidupan dialam rahim ibumu
Ketika awal kematian manusia
Ini adalah akhir kehidupan manusia didunia
Ketika akhir kehidupan manusia dunia
Ini adalah awal untuk kehidupan manusia di akhirat
Ketika awal terbitnya mentari
Ini adalah akhir dari sang malam
Ketika awal datangnya musim penghujan
Ini adalah akhir musim panas
Bukankah selalu ada awal dan akhir pada sudut kehidupan
Dapatkah kau mengatakan mana awal dan mana akhir?
Abu Nawas menjadi gila ketika dia ditanya
mana awalan hidup ayam atau telur?
Kuburan dan tempat – tempat suci didatangkanya untuk mencari ilham yang bermain petak umpet padanya
Dengan pikiran gilanya akhirnya Abu Nawas menjawab dengan gila
Yang pasti aku tidak ingin gila sepertinya
Bukankah kehidupan adalah sebuah cerita?
Yang dimulai dari sebuah judul yang menyiratkkan makna cerita
Inilah awal kehidupan kita Dengan sebuah judul “penciptaan semesta dan isinya”
Sampai pada sebuah babak-babak cerita kehidupan seperti sinetron “Cinta Fitri” yang bersambung
Selalu ada awal yang akan menciptakan akhir dan akhir yang menciptakan awal
Bisakah kau katakan pada sinetron itu ini mana akhir babak 4 atau awal babak 5?
Keduanya mempunyai makna yang sama tapi dalam dimensi yang berbeda
Awal dan akhir tidak akan ada
Pada dimensi yang tidak lagi dapat berubah
Jika dimensi dapat berubah-ubah maka awal dan akhir tetap tergantung ruang dan waktu
Langganan:
Komentar (Atom)