Selasa, 29 Desember 2009
PANGLIMA ITU ADALAH SEBUAH KATA
A.Arti Panglima
Kita banyak mengenal panglima. Ada Panglima jendral sudirman, Panglima Polim, dan lain-lain. Kata panglima selalu mengacu kepada seorang tokoh pemimpin yang dihormati dan disegani.
Menurut Kamus Praktis Moderen Bahasa Indonesia, Panglima adalah hulubalang (raja) tentara, pasukan. Atau bisa juga dikatakan Panglima adalah pemimpin sebuah pasukan tentara Dalam kemeliteran jabatan panglima adalah orang yang mempunyai jabatan tertinggi. Misalnya Panglima Besar Jendral Soeharto, Panglima Besar Bambang Danuri, Panglima Besar Susuilo Bambang Yudhoyono. Gelar ini diberikan kepada orang-orang yang pernah berjasa dan pernah menjadi pimpinan tertinggi dalam satu keresimenan.
Dalam hal kebudayaan arti panglima juga mengacu kepada kepemimpinan seorang tokoh yang dihormati, kita mengenal adanya panglima Hang tuah, Hang Jebad, panglima Tuanku Tambusai dari daerah Riau. Panglima laut dari Aceh, bahkan yang mungkin paling terkenal adalah panglima Jendral NagaBonar seorang tokoh dari Sumatera Utara (yang sebenarnya adalah tokoh yang tidak nyata).
Namun pada kehidupan budaya melayu dikenal juga sebuah istilah “Bahasa adalah panglima kedamaian”, hal ini tidak mengacu kepada seorang tokoh. Namun makna yang terkandung dalam kata ini adalah bahwa bahasa yang baik akan memberikan kedamaian kehidupan masyarakat. Dalam hal ini ternyata panglima tidak hanya dibatasi dalam arti figur ansich, tapi dapat juga dimaknai sebagai hal utama yang menjadikan.
Sebuah arti yang berbeda dari panglima dapat kita lihat pada sebuah berita di Kompas yang membahas kebijakan pemerintah yang menempatkan pembangunan ekonomi sebagai panglima. Hal ini mengacu pada arti sesuatu yang ditempatkan paling utama dan menjadi garda terdepan yang dapat mempengaruhi.
B. Kata Adalah Permaknaan Dari Sebuah Simbol
Kata – kata selalu memaknakan simbol-simbol yang ada pada suatu benda, peristiwa dan kejadian yang ada di seluruh jagad raya ini. Tanpa kata suatu benda, peristiwa dan kejadian tidak akan bermakna. Misalnya jika saya menyebut kata pena, pasti kita akan mengenal itu adalah sebuah alat tulis. Atau pena dapat kita maknai juga dengan kata kepintaran dan pengetahuan. Atau sebaliknya jika kita melihat bentuk pena, pasti kita dapat memaknai simbol ini dengan kata alat tulis, kepintaran dan pengetahuan.
Peranan kata dalam memaknai simbol tentu tidak dapat kita pungkiri dalam kehidupan ini. Kata “putih dan cantik” pada sebuah iklan sabun dapat merubah persepsi wanita mengenai kulit yang tercantik adalah kulit yang putih. Semua para wanita berlomba-lomba untuk memutihkan kulit. Pada sebuah iklan sebuah departemen pemerintahan, mereka menyimbolkan departemennya dengan semut hitam yang rajin, padahal dari kinerja kerjanya kita mengetahui banyak kecurangan dan kejanggalan didalamnya. Tapi inilah permainan simbol, yang terkadang kita lebih mementingkan simbol yang terbangun daripada makna hakiki yang ada. Disinilah simbol lebih penting dari pada isi yang bermakna.
Saya sangat tertarik pada sebuah diskusi di TV Jogja tentang budaya simbol, seorang pakar budaya yang juga dosen budaya di Universitas Gajah Mada mengatakan “Produksi simbol sebenarnya lahir dari masyarakat yang kuat kultur feodalnya, masyarakat yang gila gelar dan masyarakat yang menyukai baju kebesaran. Dari sinilah simbol mendapat arti yang penting musti dibayar”. Hal ini merupakan jawaban mengapa bangsa Indonesia sangat menyukai simbol dan juga merupakan jawaban dari mengapa dunia ini banyak peperangan pada kata-kata hanya untuk mendapatkan simbol baju kerajaan “paling terhebat”. Amerika memberikan simbol negaranya sebagai “Negara Adikuasa” yang ingin mendapat simbol pengakuan pada dunia bahwa mereka adalah negara terkuat.
Kata sebagai permaknaan simbol membawa arti kepada sebagai bahasa dialog yang melukiskan dunia secara lengkap. Bagaimana kata (yang merupakan bagian penyusun dari kalimat dan bahasa) dipakai untuk melukiskan pemikiran dan mengajak orang-orang kedalam pemikiran tersebut. Misalnya pada kata yang sering kita dengar seperti “Sience is the Power in the World”, telah memberikan pemaknaan bahwa yang paling terpenting di dunia ini adalah sience. Hal ini merubah dunia pada kegilaan terhadap sience, yang paling berkuasa adalah yang menguasai sience. Kata merubah paradigma masyarakat, penguasaan sience adalah hal yang utama dibandingkan hal lain termasuk agama dan moralitas.
Kata “Knowledge is Power” telah menjadikan perubahan pandangan dan corak manusia. Bagaimana sebuah pengetahuan dapat meramalkan kejadian didunia ini, malah sebagian manusia telah mendewakan pengetahuan dan menjadikan pengetahuannya menjadi Tuhan-tuhan mereka dan menyingkirkan Tuhan sebenarnya.
Kata “Time is Money”. Yang selalu dipakai oleh pedagang memberikan makna bahwa waktu itu sangat berharga untuk memperoleh uang. Uang adalah hal yang utama dalam penggunaan waktu. Setiap kehidupan yang menggunakan waktu adalah untuk memperoleh uang.
Dalam pepatah Islam juga ada kata yang menyimbolkan tentang waktu “Waktu itu seperti Pedang” dalam hal ini pemaknaan yang lebih arif terkandung dalam kata ini, yaitu setiap manusia harus menggunakana waktunya dengan sebaik mungkin, pedang dalam hal bukan berarti pedang dalam makna sebenarnya, tapi memberikan simbol benda yang tajam jika kita tidak menggunakan waktu sebaik-baiknya maka waktu akan melukai kita.
Sebuah kata “No God, No Problem” menggelitik saya untuk memikirkan makna Tuhan. Apa benar Tuhan hanyalah sebuah juga sebuah simbol. Proses berpikir saya lakukan setelah mendengar kata ini, kenapa saya selama ini begitu yakin akan adanya Tuhan. Padahal Tuhan yang selama ini saya yakini itu tampak dan nyata.
Dalam kata ini mengandung permaknaan Eksitensi Tuhan yang tidak terlalu dipermasalahkan pada zaman sekarang. Tuhan tersaingi oleh ilmu pengetahuan yang telah menyediakan banyak fasilitas untuk kehidupan manusia pada saat ini. Kita tentu tidak dapat menafikan bahwa kata ini telah mempengaruhi pemikiran masyarakat. Terutama pada negara-negara yang siencetis sebagai hal yang utama dalam kehidupan. Wajar kalau slogan “No God, No Problem”. ini sangat tenar dinegara-negara maju. Dan bakalan mewabah dimasyarakat berkembang yang menjadikan negara-negara maju sebagai trendsetter kehidupan.
Tuhan pada masyarakat modern hanyalah dijadikan hanya sebagai formalitas simbol kekuatan. Jadi wajar kalau kata “No God, No Problem” sebagai simbol ketidak butuhan manusia terhadap Tuhan. Yang dijadikan Tuhan adalah simbol kekuatan yang dapat menguasai manusia. Penyimbolan Tuhan bukan pada tempatnya bukanlah hal yang baik menurut saya, dimana akan membentuk suatu masyarakat yang tidak mempunyai batasan yang dapat dijadikan suatu garis haluan untuk menjalani kehidupan ini. Jadi suatu tugas berat bagi kita yang mengakui adanya Tuhan untuk membendung pengaruh ini.
Tidak hanya itu, tradisi keber-agamaan yang berwatak genealogis atau berdasarkan keturunan telah memerangkap kita dalam suatu pemikiran yang terpaku pada keyakinan dari aba ana (keturunan) semata, bukan pada suatu kesadaran pada pemikiran tentang keberadaan Tuhan yang ada dibumi ini yang dapat di pikirkan secara ilmiah, ternyata juga telah membuat suatu simbol kepada Tuhan. Keberadaan Tuhan hanyalah pada teks kitab suci semata dan hanyalah ritualitas yang harus dikerjakan. Tuhan hanya ada ternyata hanya simbol pada sebatas yang harus diyakini dan harus diataati, ini menjadikan Tuhan dalam tidak dalam bentuk yang nyata. Tentu kita bingung jika dikatakan dimana Tuhanmu? Apakah dihatimu, atau dekat urat nadimu, suatu jawaban yang selalu di gunakan untuk menjawab tentang keberadaan Tuhan.. Harun Yahya seorang ilmuwan muslim telah mencoba hal ini, mendekatkan keberadaan Tuhan pada ilmu keilmiahan. Untuk menjawab ternyata Tuhan itu “ada”. Bagaimana dengan kata-kata dari pemikirannya dapat menggoyahkan teori Charles Darwin dan membuktikan kebesaran dan keberadaan Tuhan.
C. Penutup
Dari penjabaran diatas dapat diketahui, bagaimana besarnya pengaruh kata untuk membentuk suatu pemikiran dan pemikiran ini membentuk suatu opini pada masyarakat dan akhirnya yang merubah paradigma dan pola kehidupan masyarakat.
Makna tidak neniliki kekayaan apa-apa dalam bahasan dan perenungan tanpa adanya bantuan pemikiran yang bersumber dari teori-teori dan penemuan ilmiah. Analisis bahasa mengandung tiga aspek penting, yaitu (1) celah terbuka antara tand (simbol) dan pemikiran, atau antara pembicaraan dan pandangan, karena selamanya membicarakan sesuatu yang tidak tampak atau kita menggunakan simbol yang tidak menunjukkan identitas dirinya, tapi menunjukkan identitas yang lain. (2) Bahwa tidak mungkin ada sebuah pemikiran tanpa suatu sistem bahasa dan system tanda (simbol). Untuk itu kosa kata menciptakan suatu makna tertentu. (3) Bahwa tidak ada pemikiran tanpa gambaran-gambaran dan analogi-analogi, atau tidak ada pemikiran tanpa aspek imajinasi simbolik.
Peperangan pemikiran lewat kata yang yang bersumber dari teori-teori dan penemuan ilmiah akan menjadi trendster peperangan peradaban zaman kedepan. Maka wajar kalau Sebuah kata menjadi sebuah pimpinan (panglima) tertinggi dalam dunia ini. Siapa yang dapat mempengaruhi dialah yang akan menjadi penguasa. Untuk itu kita harus mempersiapkan diri untuk melawan peperangan ini.
Perlu upaya dari kita (umat yang beragama) untuk memikirkan ini. Kita tidak hanya terpaku hanya pada ritualitas Ketuhanan belaka. Tapi kita juga harus menerapkan merefleksikan Tuhan dalam kehidupan sehari-hari dan pengetahuan. Bagaimana menjadikan image bahwa kaum beragama bukanlah kaum tradisional atau kaum tribal. Bgaiaman sebuah upaya yang telah di rintis oleh Tentu bukanlah suatu pekerjaan yang mudah. Tapi ini adalah tantangan kedepan untuk kita
Wallahu a’llam bi sawab
Hanya Allah yang mengetahui semuanya.
Daftar Pustaka
- Ali Harb, 2006. Relativitas Kebenaran. Yogyakarta : IRCiSoD
- Tafsir, Ahmad, 2000. Filsafat Umum: Akal dan Hati sejak Thales sampa Capra. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
- Delgaaauww Bernad alih bahasa Soejono Soemargono, 2001 , Filsafat Abad 20 ; Yogyakarta : PT. Tiara Wacana Yogya
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar